Selasa, 11 Desember 2018

Tentang Pembatalan Isi Akta PPAT

• Akta PPAT termasuk akta jual beli dapat dibuat akta pembatalannya sepanjang belum didaftarkan ke Kantor Badan Pertanahan Nasional, Pasal 45 ayat (10 huruf g  Peraturan Pemerintah  Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, yaitu  perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dibatalkan oleh para pihak sebelum didaftar oleh Kantor Pertanahan.

• Substansi dari ketentuan tersebut ada 2 (dua) pembatalan akta PPAT, yaitu:
1. pembatalan dilakukan sebelum dilakukan pendaftaran ke Kantor Pertanahan,
2. pembatalan setelah dilakukan atau dalam proses pendaftaran di Kantor Pertanahan.

• Pembatalan akta PPAT dengan alasan sebagaimana tersebut oleh para pihak sendiri dapat dilakukan sebelum dilakukan pendaftaran ke kantor pertanahan  dengan akta Notaris.  Hal tersebut dapat dilakukan karena tindakkan hukum yang mereka lakukan dengan akta PPAT dalam ruang lingkup hukum perdata. Sesuai dengan prinsip dalam hukum perdata, ketika dilakukan pembatalan, maka semua keadaan tersebut harus dikembalikan kepada keadaan semula ketika belum terjadi perbuatan hukum yang tersebut dalam akta yang bersangkutan.  Jika terjadi pembatalan seperti ini dan sudah ada pembayaran BPHTB dan atau PPh, maka hal tersebut sudah merupakan resiko yang harus ditanggung oleh para penghadap sendiri.

• Pembatalan tersebut menjadi sangat sulit untuk dilakukan jika menyangkut akta SKMHT/APHT, meskipun belum dilakukan pendaftaran ke kantor pertanahan setempat, tapi jika uang (pinjaman) sudah cair dari kreditur kepada debitur, maka yang perlu diatur mengenai mekanisme atau tatacara pengembalian pinjaman tersebut dari debitur kepada kreditur.

• Jika Pembatalan dilakukan setelah berkas diterima oleh Kantor Pertanahan setempat (dalam proses pendaftaran), maka harus diajukan permohonan terlebih dahulu untuk membatalkannya atau menarik kembali berkas. Hal ini bisa dilakukan jika mereka yang bertransaksi sepakat untuk melakukan pembatalan secara damai. Tapi jika tidak terjadi kesepakatan di antara mereka, terlebih dahulu harus ada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap tentang pembatalan tersebut. Setelah keluar surat  Persetujuan dari Kantor Pertanahan. Setelah surat tersebut diterima kemudian dibuat akta Pembatalan dengan akta Notaris. Jika terjadi pembatalan seperti ini dan sudah ada pembayaran BPHTB dan atau PPh, maka hal tersebut sudah merupakan resiko yang harus ditanggung oleh para penghadap sendiri. Apakah BHPTB/PPh tersebut dapat ditarik lagi atau tidak dari instansi yang bersangkutan ? Hal ini akan didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Jika ini dilakukan, maka bukan dan tidak urusan Notaris/PPAT, tapi setidaknya Notaris/PPAT harus menjelasakan kepada para penghadap atas risiko tersebut.

• Dalam pendaftaran setelah berkas diterima, maka akan ada dua tindakkan hukum, yaitu hukum perdata yang dilakukan oleh penjual dan pembeli (dalam jual-beli), hal ini merupakan tindakkan/perbuatan hukum dua pihak, dan tindakkan hukum administrative dari kantor pertanahan setempat. Maka yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah tindakkan hukum perdatanya berupa kesepakatan pembatalan perbuatan hukum yang tersebut dalam akta tersebut, jika tidak ada yang sepakat harus dengan putusan pengadilan. Jika tindakkan hukum perdata tersebut telah selesai, maka untuk selanjutnya permohonan pencabutan pendaftaran tersebut dari kantor pertanahan, dan atas hal tersebut, ada tindakkan hukum administrasi dari kantor pertanahan berupa surat keputusan pembatalan/pencabutan pendaftaran tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar