Selasa, 31 Maret 2020

Kisah Awal Wakaf Haji Aceh Habib Bugak Al Asyi - Pengetahuan


Ikrar wakaf yang dilakukan Habib Bugak Al Asyi dua abad yang lalu, hasilnya masih bisa dinikmati oleh jemaah calon haji asal Aceh sampai saat ini. Berawal dari inisiatif Habib Bugak bahkan sejak dia belum berangkat ke Tanah Suci.

Awal mula cerita terjadi pada tahun 1800-an. Habib Bugak yang saat itu masih berada di Aceh, sudah memiliki gagasan untuk mengumpulkan uang, guna membeli tanah di Makkah untuk diwakafkan kepada jemaah calon haji.

Selain dari dana yang dimilikinya sendiri, Habib Bugak menjadi inisiator pengumpulan dana dari masyarakat Aceh saat itu.

Pada masa lalu perjalanan haji dilakukan menggunakan kapal laut yang memakan waktu berbulan-bulan bahkan sampai tahunan. Tak sedikit pula jemaah calon haji yang kemudian menetap di Arab Saudi.

Saat itu bahkan belum ada Kerajaan Arab Saudi seperti sekarang ini, belum ada Indonesia. Makkah masih dikuasai oleh Turki Ustmani.

Ketika Habib Bugak berangkat ke Tanah Suci, sudah membawa bekal dana untuk wakaf. Dan begitu sampai, niatan wakaf itu direalisasikannya. Dia membeli tanah yang lokasinya kala itu persis di samping Masjidil Haram.

Jamal mengatakan, di atas tanah itu didirikan penginapan untuk menampung jemaah calon haji asal Aceh. Jemaah pun tak lagi bingung mencari tempat tinggal selama berada di Makkah.

Ketika Turki pergi, pemerintahan berganti. Pemerintah kala itu kemudian melakukan penataan, perapian administrasi. Setiap tanah termasuk tanah wakaf harus ada penanggungjawabnya. Harus ada satu nama yang bertanggung jawab.

Para tokoh yang ikut menyumbang dana untuk tanah wakaf itu kemudian bersepakat agar Habib Bugak menjadi penanggung jawab dari tanah itu. Habib Bugak sempat menolak.

Habib Bugak sempat menolak karena dia tidak ingin ketika namanya digunakan sebagai penanggungjawab wakaf, dana tersebut akan diambil keluarganya. Habib Bugak murni ingin agar tanah wakaf itu digunakan untuk kepentingan jemaah Aceh.

Akhirnya, di depan mahkamah pencatatan wakaf, dimasukkanlah syarat mengenai penggunaan tanah wakaf itu maupun hasil uang dari pengelolaannya. Habib Bugak--yang akhirnya setuju namanya dipakai sebagai penanggung jawab, dalam ikrarnya menyatakan bahwa wakaf itu hanya diperuntukkan kepada jemaah asal Aceh.

Jadi syarat itu mengikat, hanya untuk jemaah haji asal Aceh. Baik mereka yang sudah menjadi warga negara di Saudi maupun yang statusnya mukimin.


Lalu saat Masjidil Haram direnovasi, tanah wakaf ini termasuk digunakan untuk perluasan lintasan thawaf. Oleh nadzir (pengelola) wakaf, uang ganti rugi digunakan membeli dua bidang tanah di kawasan yang berjarak 500-an meter dari Masjidil Haram.

Tanah itu dibangun hotel oleh pengusaha dengan sistem bagi hasil. Dari situ lah, bonus untuk jemaah Aceh mengalir tiap musim haji. Seperti pada tahun ini, 2019, lebih dari Rp 20 miliar dibagikan kepada seluruh jemaah asal Aceh.

Setiap tahun haji, calon haji dari Aceh selain mendapatkan biaya living cost dengan besaran yang ditentukan oleh Pemerintah Indonesia, mereka juga akan mendapatkan wakaf dengan besaran nilai dari keuntungan tanah wakaf yang disewakan. 

Jemaah haji Aceh setiap tahunnya mendapatkan pembagian harta dana wakaf Habib Bugak Asyi yang kini dikenal sebagai Wakaf Baitul Asyi. Wakaf Baitul Asyi itu merupakan wakaf produktif, berupa hotel di kawasan Masjidil Haram, tanah dan perumahan bagi warga keturunan Aceh di Arab Saudi.

Untuk tahun ini, sebanyak 4.688 jemaah haji Aceh mendapatkan masing-masing 1.200 Riyal atau setara Rp4,5 juta dan satu mushaf Alquran. Dana yang dibagikan tersebut merupakan hasil dari pengembangan wakaf Baitul Asyi yang digagas Habib Bugak sejak 200 tahun lalu.

Wakaf Baitul Asyi ini dikelola oleh dua orang Nadzir yang dikukuhkan oleh Mahkamah Syariyyah Mekah. Yakni Prof Dr Abdurrahman Abdullah Asyi dan Syaikh Abdullatif Baltho. Sedangkan bendahara Muhammad Sayyid, warga negara Mesir.

Syeikh Abdullatif Baltou mengatakan jemaah haji Aceh patut berbahagia, karena memiliki wakaf yang tidak pernah terputus hingga hari kiamat. Harta wakaf yang diamanahkan Habib Bugak ini merupakan wakaf umum yang diperuntukkan jemaah Aceh.

Harta wakaf ini tak akan pernah terputus. Selamanya, selama masih di dunia sampai hari kiamat nanti.

Nadzir menjaga dan merawat dengan baik, menginfakkan kepada yang telah diamanahkan Habib Bugak untuk masyarakat Aceh dan Allah menjaganya, Allah memeliharanya.

Pengelola Wakaf Baitul Asyi mengamankan harta wakaf untuk jemaah haji yang datang dari Aceh, lalu penduduk Mekah keturunan Aceh yang sudah menjadi warga negara Arab Saudi, maupun yang tidak menetap di Mekah akan diberi tempat tinggal. ini dari amanah wakaf.

Kemudian mahasiswa yang menuntut ilmu di Makkah berhak mendapat wakaf.

Adapun pembagian harta wakaf berupa uang tunai kepada jemaah haji Aceh ini sudah masuk tahun ke-14.

Berikut lima aset wakaf Habib Bugak Asyi (Baitu Asyi) untuk jemaah haji Aceh di Mekah:

1. Hotel Elaf Masyair. Hotel bintang lima dengan kapasitas 650 kamar yang berada di wilayah Ajiyad Mushafi, berjarak ± 250 meter dari Masjidil Haram.

2. Hotel Ramada. Hotel bintang lima dengan kapasitas 1.800 kamar, yang berada di wilayah Ajiyad Mushafi, berjarak ± 300 meter dari Masjidil Haram.

3. Hotel Wakaf Habib Bugak Asyi di Aziziah. Bisa menampung 750 jemaah haji, dibangun di atas luas tanah 800 meter persegi.

4. Tanah dan bangunan seluas 900 meter di Aziziah. Digunakan sebagai Kantor Wakaf Habib Bugak Asyi di Mekah.

5. Gedung di kawasan Syaikiyah yang dibeli tahun 2017 oleh Naazir Wakaf Baitul Asyi senilai 6 juta Riyal. Gedung ini dijadikan tempat tinggal warga Arab Saudi keturunan Aceh dan orang Aceh yang bermukim di Arab Saudi secara gratis, tanpa batas waktu tinggal.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar