Selasa, 31 Maret 2020

Kisah 7 Pemuda Yang Ditidurkan Allah - Pengetahuan

Kisah tujuh pemuda beriman penghuni gua diabadikan Alquran dalam Surat Al Kahfi yang berarti gua. Para pemuda tersebut bersama seekor anjingnya diselamatkan Allah SWT dari kejaran Raja Diqyanus yang dzalim karena mempertahankan keimanannya. Ashabul kahfi ini mengajarkan bagi Muslim untuk tetap berpegang teguh kepada keimanan di mana pun dan dalam kondisi apa pun.
...........
Artinya: Kami (Allah) ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan ke­pada mereka petunjuk; dan Kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri, lalu mereka berkata:

"Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.” Ka­um kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah).

Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka)? Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohong­an terhadap Allah? Dan apabila kalian meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhan kalian akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepada kalian dan menyediakan sesuatu yang berguna bagi kalian dalam urusan kalian".

Mufasir Ibnu Katsir menerangkan, dalam ayat tersebut di atas Allah menyebutkan bahwa mereka adalah segolongan kaum muda yang menerima perkara yang hak dan mendapat petunjuk ke jalan yang lurus dari guru-guru mereka yang saat itu telah durhaka dan tenggelam ke dalam agama kebatilan menjadi sesat.

Karena itulah kebanyakan orang yang menyambut baik seruan Allah dan Rasul-Nya adalah dari kalangan kaum muda. Adapun orang-orang tuanya, sebagian besar dari mereka tetap berpegang pada agamanya dan tidak ada yang masuk Islam dari kalangan mereka kecuali sedikit.

Ibnu Abbas pernah mengatakan bahwa orang-orang Quraisy mengirimkan utusannya kepada pendeta-pendeta Yahudi di Madinah dengan maksud meminta berbagai saran dari mereka untuk menguji kebenaran Rasulullah Saw. Maka mereka mengutus beberapa orang kaumnya untuk menanyakan kepada Rasulullah Saw. tentang berita para pemuda penghuni gua itu, kisah tentang Zul Qarnain, dan pertanyaan mengenai roh.

Allah SWT menceritakan tentang mereka, "Kami buat mereka dapat bertahan dalam menentang kaumnya dan seluruh penduduk kota tempat tinggal mereka, serta Kami jadikan mereka dapat bersabar dan rela me­ninggalkan kehidupan makmur dan mewah yang bergelimang dengan kenikmatan di kalangan kaumnya."

Kalangan Mufassirin —baik dari golongan ulama Salaf maupun Khalaf, bukan hanya seorang dari mereka— mengatakan bahwa mereka (yakni para pemuda itu) terdiri atas kalangan anak-anak para pembesar Kerajaan Romawi dan pemimpinnya. Disebutkan pula bahwa pada suatu hari mereka keluar menuju tempat perayaan kaumnya; setiap tahun kaum­nya selalu mengadakan perayaan di suatu tempat yang terletak di luar kota mereka.

Mereka adalah para penyembah berhala dan Tagut, dan selalu meng­adakan kurban penyembelihan hewan untuk berhala sesembahan mereka. Raja mereka saat itu adalah seorang yang diktator lagi keras kepala, bernama Dekianus. Ia menganjurkan rakyatnya untuk melakukan hai tersebut, menyeru serta memerintah mereka Untuk menyembah berhala dan berkurban untuk berhala.

Ketika orang-orang keluar menuju tempat pertemuan mereka dalam hari raya itu, para pemuda tersebut ikut keluar bersama bapak-bapak mereka dan kaumnya untuk menyaksikan apa yang diperbuat oleh kaum­nya dengan mata kepala sendiri.

Setelah menyaksikan perayaan itu, mereka mengetahui bahwa apa yang dilakukan oleh kaumnya —yaitu bersujud kepada berhala dan ber­kurban untuknya— tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah yang telah menciptakan langit dan bumi. Maka para pemuda itu melolos­kan diri masing-masing dari kaumnya dan memisahkan diri di tempat yang terpisah jauh dari mereka.

Pada mulanya seseorang dari mereka duduk bernaung di bawah pohon, lalu datanglah pemuda lain ikut duduk bergabung dengannya. Kemudian datang lagi pemuda yang lain. Demikianlah seterusnya hingga semuanya berkumpul di tempat tersebut, tanpa saling mengenal di antara sesama mereka.

Sesungguhnya motivasi yang mendorong mereka berkumpul di tempat itu tiada lain dorongan hati mereka yang beriman, seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara taliq, melalui hadis Yahya ibnu Sa’id, dari Amrah, dari Siti Aisyah ra yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda: "Roh-roh itu bagaikan tentara yang terlatih; maka yang mana di antaranya yang kenal akan menjadi rukun, dan yang mana di antaranya yang tidak kenal akan bertentangan.

Imam Muslim telah mengetengahkan pula hadis ini di dalam kitab sahih­nya melalui riwayat Suhail, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw dan orang-orang mengatakan bahwa kebangsaan adalah motivasi persatuan.

Masing-masing dari mereka menutup diri dari yang lainnya karena takut pribadinya terbuka, sedangkan dia tidak mengetahui apakah teman­nya itu seakidah dengannya ataukah tidak? Akhirnya salah seorang dari mereka memberanikan diri mengatakan, "Hai kaumku, kalian mengetahui, demi Allah, sesungguhnya tiada yang menjauhkan kalian dari kaum kalian hingga kalian memisahkan diri dari mereka kecuali karena suatu alasan, maka hendaklah kita mengutarakan tujuannya masing-masing."

Seseorang dari mereka menjawab, "Sesungguhnya saya, demi Allah, setelah melihat apa yang dilakukan oleh kaum saya menyimpulkan bahwa apa yang mereka lakukan itu batil. Karena sesungguhnya yang berhak disembah semata dan tidak boleh dipersekutukan dengan sesuatu hanyalah Allah, Yang telah menciptakan langit dan bumi serta semua yang ada di antara keduanya."

Yang lainnya mengatakan, "Saya pun mempunyai pemikiran yang sama dengan apa yang dia katakan," dan yang lainnya lagi mengatakan hal yang sama, hingga mereka semua sepakat dalam suatu kalimat dan ternyata mereka senasib dan sepenanggungan; mereka menjadi bersauda­ra yang sebenarnya dalam ikatan iman. Lalu mereka membangun sebuah tempat peribadatan untuk menyembah Allah.

Tetapi kaum mereka mengetahuinya dan melaporkan keadaan mere­ka kepada raja mereka. Raja memanggil mereka, lalu menanyai urusan mereka dan apa yang sedang mereka lakukan. Mereka menjawab dengan jawaban yang benar dan menyeru raja untuk menyembah Allah Swt. karena itulah dalam ayat ini disebutkan melalui firman-Nya:

"dan Kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdi­ri, lalu mereka berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia." (Al-Kahfi: 14).


Alkisah, tatkala raja mereka diseru dan diajak oleh mereka untuk beriman kepada Allah, ia menolak dan bahkan mengancam serta mena­kut-nakuti mereka dengan mengeluarkan perintah agar pakaian tradisi kaum mereka dilucuti dari diri mereka. Kemudian raja memberi mereka masa tangguh untuk memikirkan perihal mereka, barangkali saja mereka mau kembali kepada agama kaumnya.

Kesempatan ini merupakan belas kasihan dari Allah kepada mereka, yang kemudian mereka jadikan saat untuk melarikan diri dari raja mereka dengan membawa agama mereka agar selamat dari fitnah.

Memang sikap demikianlah yang diperintahkan oleh syariat di saat fitnah melanda manusia, yaitu hendaknya seseorang melarikan diri dari mereka demi menyelamatkan agamanya, seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis berikut ini:

Sudah dekat masanya akan terjadi harta yang paling baik bagi seseorang di antara kalian ialah ternak yang ia bawa menelu­suri lereng-lereng bukit dan tempat-tempat turunnya hujan, me­larikan diri dari fitnah demi menyelamatkan agamanya.

"Dan kamu mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur; dan Kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang­kan anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka, tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka".

Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa setelah Allah menimpakan tidur pada telinga mereka, mata mereka tidak terkatup, agar matanya tidak rusak. Karena apabila mata dalam keadaan terbuka, berarti selalu menda­pat hawa (udara), dan itu lebih merawatnya.

Ibnu Juraij mengatakan bahwa anjing menjaga pintu gua mereka, dan hal itu sudah menjadi watak dan tabiat anjing. Anjing mendekam di depan pintu gua mereka seakan-akan sedang menjaga mereka. Tempat mendekam anjing itu berada di luar gua, karena malaikat tidak mau memasuki suatu rumah yang di dalamnya terdapat anjing.

 ..........

"Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan di­tambah sembilan tahun (lagi). Katakanlah, "Allah lebih mengeta­hui berapa lamanya mereka tinggal (di gua), kepunyaan-Nyalah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya. tidak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain dari-Nya; dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan." (QS. Al Kahfi: 25-26)

Apa yang disebutkan dalam kedua ayat ini merupakan pemberitahuan dari Allah SWT kepada Rasul-Nya tentang lamanya masa yang dijalani oleh para pemuda penghuni gua dalam gua mereka, sejak Allah menidurkan mereka hingga Allah membangunkan mereka dan orang-orang yang ada di masa itu dapat menjumpai mereka.

Disebutkan bahwa masa itu adalah tiga ratus tahun lebih sembilan tahun menurut perhitungan tahun Qamariyah. Sedangkan menurut tahun Syamsiyyah, masa mereka adalah tiga ratus tahun.

Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah "Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun. (Al-Kahfi: 25), hingga akhir ayat. Bahwa hal ini menyitir apa yang dikatakan oleh kaum Ahli Kitab, kemudi­an dijawab oleh Allah Swt. melalui firman-Nya: Katakanlah, "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua).” (Al-Kahfi: 26)

Gua tempat para pemuda itu mengungsi kini telah diketemukan oleh para arkeolog Arab. Ternyata gua itu berada di negeri Yordania, dekat dengan ibu kota negeri itu.

Memang di masa Ibnu Kasir menulis kitab tafsirnya ini gua tersebut masih misteri, tetapi Alhamdulillah sekarang tempat mereka telah diketemukan berkat usaha pencarian yang gigih dari tim arkeolog Arab negeri Yordania. Sekarang gua itu ternyata ditemukan berada di negeri Yordania, bahkan tidak jauh dari kota Amman, ibu kota Yordania.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar