Sudah lebih dari 40 tahun yang lalu kelompok militan ekstremis berhasil menduduki Masjidil Haram di Makkah, tempat paling suci bagi umat Islam. Peristiwa yang tiba-tiba itu mengejutkan semua umat Islam di seluruh dunia.

Peristiwa mengerikan itu terjadi pada tanggal 20 November 1979 ketika ribuan jamaah sedang bersiap-siap untuk melaksanakan Salat Subuh berjamaah di Masjidil Haram. Di antara jamaah yang banyak itu, terdapat 200 orang militan ekstremis yang dipimpin oleh Juhayman Al-Otaibi. Ia merupakan mantan pasukan elit Garda Nasional yang kecewa.

Saat itu waktu itu menunjukkan hampir pukul 05.25, ketika imam selesai memimpin Salat Subuh. Juhayman dan para pengikutnya mendorong sang imam ke samping dan mengambil mikrofon.

Seketika mulai terdengar suara peluru sehingga mengubah tempat paling suci dan damai tersebut menjadi sangat mencekam.

Pemerintah setempat langsung bergerak cepat, Pemerintah Arab Saudi langsung mengirimkan peringatan kepada para penyerang melalui sebuah megafon yang mengatakan bahwa apa yang dilakukan olehnya bertentangan sepenuhnya dengan ajaran Islam.

Himbauan itu tak digubris oleh para penyerang, malah dari sebuah menara Masjidil Haram, penembak jitu mulai menembak mati orang-orang tak berdosa di luar Masjidil Haram.

Saat itu Raja Khaled langsung mengumpulkan ulama senior untuk membahas serangan ini, akhirnya para ulama mengeluarkan fatwa untuk menghukum mati mereka sesuai dengan instruksi syariah Islam.

Namun, Raja Khaled meminta agar nyawa orang-orang tidak bersalah harus tetap dilindungi dan juga menghimbau untuk tidak merusak Kakbah dan sebisa mungkin menangkap para penyerang hidup-hidup.

Dipenuhi dengan semangat yang menggebu-gebu untuk membebaskan Masjidil Haram dari kendali kelompok ekstremis, tentara Arab Saudi bekerja sangat keras dan menjalankan sesuai dengan rencana agar mereka berhasil mengendalikan seluruh masjid.

“Kami memasuki Masjidil Haram dengan kendaraan militer untuk mengangkut rekan-rekan kami di dalam area Masa'a, dekat Gunung Al-Marwa. Tembakan itu datang dari mana-mana ke arah kami, ” ujar Hizam Al-Mastouri, tentara Saudi yang ikut dalam pertempuran tersebut seperti dikutip dari Arab News, Jumat (28/2/2020).

Dia menambahkan bahwa para sahabat Juhayman bersembunyi di banyak sudut Masa'a. “Mereka bisa melihat kita, sementara kita tidak bisa melihat mereka. Seiring waktu, komandan tentara membuat perubahan rencana dengan cara yang sesuai dengan situasi tersebut, ”kata Al-Mastouri.

Khaled Almaeena, mantan pemimpin redaksi Arab News, menggambarkan bahwa kejadian itu sangat mengerikan.

"Itu adalah pemandangan yang menyedihkan melihat tempat tersuci dalam Islam kosong. Tidak ada jamaah. Bahkan, ada tembakan dari menara dan aku bisa melihat kepulan asap dari berbagai menara. Ada bau mesiu dan asap,” katanya.

Almaeena menjelaskan, sesekali helikopter akan melayang tinggi di langit, menjaga jarak dari perimeter Masjidil Haram. “Serangan dan pendudukan masjid mengejutkan semua orang. Dan butuh waktu bagi kita semua, termasuk pasukan keamanan, untuk mengetahui apa yang sebenarnya, ”katanya.

Ketika ditangkap, kelompok esktrimis diperlakukan dengan murah hati dan lembut. Pangeran Saud Al-Faisal mendekati Juhayman dan bertanya kepadanya mengapa ia melakukan tindakan ini. Juhaiman Al-Otaibi, pemimpin kelompok ekstrimis tersebut menjawab, “Itu gerakan setan.”

Pangeran juga bertanya kepadanya apakah dia mengeluh tentang sesuatu atau menginginkan sesuatu. Juhayman menunjuk ke luka kecil di kakinya dan meminta air.

Hari-hari yang mencekam, kumandang azan indah nan merdu dari Masjidil Haram yang tidak pernah terdengar dalam beberapa hari akhirnya berakhir. Insiden itu, berlangsung selama dua minggu, merenggut lebih dari 100 nyawa.