Jumat, 28 Februari 2020

Tahallul Haji (2019 - 4)

Lempar jumrah memiliki waktu empat hari (nafar tsani) atau minimal tiga hari (nafar awal) jika hendak dipersingkat.

Subuh dini hari sejak kedatangan jamaah dari Muzdalifah, langsung melakukan prosesi melempar jumrah Aqobah, setelahnya jemaah haji langsung melakukan ritual tahallul awal, sebagai tanda sahnya jemaah haji melepas pakaian ihram dan menggantikannya dengan pakaian biasa. 
Hal itu menandakan, semua larangan ihram yang tadinya dilarang menjadi boleh, terkecuali satu hal yang masih terlarang dilakukan sebelum Thawaf Ifadha, Sai dan Tahalallul Tsani, yakni berhubungan suami-istri (bercampur).

Berdasarkan kewajiban, jemaah haji di lokasi jamarat memotong beberapa helai rambut saja. Namun begitu tiba di tenda Mina, jemaah haji laki-laki, langsung memilih untuk menggundulkan kepala mereka dengan mendatangi jasa tukang cukur disekitaran maktab.

Usai tahallul awal,  jemaah haji  tak diwajibkan lagi mengenakan pakaian ihram saat melontar jumroh hari kedua, jumrotul ula, wustho, dan aqobah sekaligus. Di saat pelemparan jumroh hari ketiga inilah banyak jemaah yang mulai kelelahan. Sebab mereka harus berdesak-desakan dengan jemaah dari negara lain.

Selesai melakukan prosesi melempar jumrah para jemaah sudah dapat kembali ke Mekkah Masjidil Haram yang berjarak sekitar lima kilometer dari lokasi jamarat di Mina melaksanakan thawaf Ifadhah. Thawaf ifadhah adalah di antara rukun haji yang mesti dilakukan. 
Jika tidak melakukan thawaf yang satu ini, maka hajinya tidak sah. Setelah wukuf di ‘Arofah, mabit di Muzdalifah lalu ke Mina pada hari ‘Ied lalu melempar jumroh, lalu nahr (melakukan penyembelihan) dan menggunduli kepala, maka jemaah mendatangi Makkah, kemudian melaksanakan thawaf ifadhah sebanyak 7x putaran kabah, diikuti shalat sunah dua rakaat, dilanjutkan dengan Sa'i, berjalan dan berlari kecil dari Bukit Safha ke Bukit Marwa sebanyak 7x. bolak-balik dan selesai di Bukit Marwah. Dengan berakhirnya Sa'i Haji, selesai juga proses Rukun dan Wajib Haji.

Menunaikan Ibadah haji benar-benar membutuhkan kesiapan fisik luar biasa.

Maktab Mina 70 (2019 - 3)



Jarak tempuh Muzdalifah ke Mina sekitar 6 kilometer waktu tempuh tergantung sopir bis yang membawa jemaah karena padatnya jalan yang dipenuhi jemaah yang berjalan kaki.  Dari Muzdalifah sampai di Maktab Mina no. 70 sekitar pukul 02.30 waktu Arab Saudi (WAS) rombongan langsung untuk melempar jumrah Aqobah sebab diketahui Nabi Muhammad SAW melempar jumrah pada waktu subuh setelah mabit di Muzdalifah. Tubuh lelah, lapar dan mengantuk belum drama2 dengan petugas askar di Maktab, jemaah langsung bergerak menuju tempat pelontaran jumrah di Mina, ditempuh sekitar 1 jam dengan berjalan kaki  untuk sampai di mulut terowongan, jarak antara tenda perkemahan dengan jamarat sekitar 3-5 km. Jemaah harus menempuh perjalanan pulang pergi. melakukan wajib haji jumrah Aqabah, dan kemudian kembali lagi ke Maktab. Pengalaman di Mina seolah Allah menghilangkan semua kenikmatan sebagai manusia. Memang bisa tidur tapi kaki beradu dengan kaki, kepala dengan kepala. Anda harus membungkuk di atas lutut sendiri agar tidak menendang orang lain. Jadi mau tidur pun, Allah tidak menghadirkan kenyamanan. Cuaca dalam tenda panas walaupun AC menyala, air di kamar mandi umum harus berbagi dengan lebih dari 15 antrian jemaah di depan, cuaca panas seolah langit sangat dekat diatas kepala. Allah seolah tak memberikan kesejukan. Saat tidur, mandi, dan makan terasa tidak nyaman. Istirahat pun terganggu. 
Saat itulah Anda tahu siapa diri Anda sebenarnya. Hikmah dari ibadah melempar jumrah. bahwa orang-orang bertakbir di setiap lemparan, mereka tidak mengucapkan, “A’uudzubillahi minasy syaithanir rajiim” (kuberlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk). Mereka justeru bertakbir,”Allahu akbar”, sebagai bentuk pengagungan kepada Allah yang telah mensyariatkan ibadah melempar jumrah. Allah memerintahkan untuk berjalan sejauh lebih dari 10 km sehari selama 3 hari (jika nafar awal) atau 4 hari (jika nafar tsani). Berjalan selama dua jam setengah atau tiga jam tergantung padat tidaknya arus lalu lintas jemaah. Selesai Jumroh kembali ke tenda kurang atau lebih 3 kilometer lagi dijalani. Penat, lesu, pegal, kram, kaku, kusut masai, lapar,  semuanya bercampur-campur. Tidak peduli warna kulit, tua, muda, miskin, kaya, tinggi, pendek, besar atau kexil, semuanya pasti merasakan ketidaknyamanan di Mina. 
Saat itulah saya sadar bahwa manusia itu kecil dan lemah di sisi Allah.

Mabit Di Muzdalifah (2019 - 2)

Setelah wukuf di Arafah, ketika hari mulai sore saat matahari tenggelam (bada maghrib),  jemaah haji bergerak ke Muzdalifah untuk bermalam atau mabit.
“Jika kamu telah selesai dari Arafah, maka berzikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram (Muzdalifah).” (Q.S. Al-Baqarah: 198).
Saat turun dari bus, para jamaah seperti ditumpahkan di sebuah lapangan yang tandus. Semua jamaah sibuk mengurus dirinya sendiri. Tidak ada orang lain yang membantu dan mengurus keperluan kita di tempat tersebut.
Secara umum jarak antara Padang Arafah ke Muzdalifah hanya sekitar 9 KM, namun waktu tempuh biasanya merambat pelan hingga 4 jam perjalanan lebih karena penuh sesaknya bis-bis besar yang mengangkut ribuan jemaah.
Di Muzdalifah selain mengerjakan sholat maghrib serta isya yang di jamak dan qosor, jemaah juga berdzikir dan beristirahat (tidur).  Sementara itu masih banyak jamaah yang mengumpulkan batu kerikil yang akan digunakan untuk melempar jumrah, padahal oleh pemerintah arab saudi batu kerikil telah disediakan dalam bungkus2 kecil. 
Sebelum tengah malam bus2 penjemput mulai datang satu persatu dan kadang jeda waktunya agak lama, sementara jamaah banyak yang tidak sabaran untuk meninggalkan Muzdalifah sebelum tengah malam (ba'da zawal). Setiap kali bus datang, jamaah sering berebutan sehingga ada yang sampai tergencet.  Mereka berebut bus, ingin buru-buru ke Mina untuk melontar jamarat Aqabah dan karena jamaah ingin segera berganti pakaian ihrom ke pakaian biasa. 
Padahal mabit di Muzdalifah itu sekurang-kurangnya sampai tengah malam (ba'da zawal), walaupun yang afdhal, mabit di Muzdalifah itu berlangsung sampai subuh. Jama'ah yang meninggalkan Muzdalifah sebelum zawal, wajib membayar dam. 
Keadaan di Muzdalifah yang pernah saya dengar merupakan miniatur keadaan ketika manusia menghadapi pengadilan Tuhan Yang Maha Adil kelak.
Bahwa di hari pengadilan Tuhan, kelak semua manusia berada dalam kebingungan. Mereka berlari kesana kemari mencari jalan keselamatan.