Minggu, 11 Desember 2022

Dari Bandung Ke Asrama Haji 2019



Selama satu bulan lebih, lebih tepatnya 42 hari, saya berbahagia karena saya menjadi tamu Allah SWT di Tanah Suci Makkah dan Madinah untuk menunaikan Rukun Islam yang ke-5, Haji. Sebelum berangkat ke Tanah Suci, saya sudah berniat untuk menuliskan perjalanan haji sepulang dari sana, Insya Allah saya akan menuliskan pengalaman haji dengan maksud berbagi pengalaman kepada 
yang belum pernah naik haji, atau saya sekedar bernostalgia merajut kenangan dalam hati dan pikiran saya yang sudah pernah menunaikan haji.

************************************************************************************

Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu selama tujuh tahun pun tiba, kami mendaftar Desember 2012, mendapat undangan dari Allah SWT Juli 2019. Setelah mengikuti manasik selama tiga bulan di KBIH Az-Zairin Kabupaten Bandung, akhirnya kami ( saya, suami, adik kandung saya dan istrinya) diberitahu bahwa keberangkatan haji ke tanah suci adalah pada tanggal 23 Juli 2019.

23 Juli 2019. Saya dan jamaah lain di KBIH tersebut tergabung dalam Kelompok Terbang (Kloter 56), dengan kode JKS embarkasi Asrama Haji Bekasi, kami semua ternyata bergabung dengan KBIH Al Mukhtariyah dari Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat.

Tanggal 23 Juli 2019 sesudah sholat subuh semua keluarga sudah berkumpul di rumah Soreang sebelum berangkat ke Kota Baru Parahyangan, Bandung Barat. Semua jamaah haji Kabupaten Bandung Barat berangkat ke embarkasi Bekasi dari tempat ini. Kami dilepas oleh keluarga. Ada sedikit rasa sedih di hati, karena disaat keberangkatan, anak saya Andre sedang mengikuti Ujian PTN di Unpad Jatinangor. Di sana rasanya saya memperhatikan yang namanya tidak tertahankan lagi isak tangis dan peluk cium yang mengharukan antara jamaah haji dengan keluarganya, seperti hendak pergi selama-lamanya dan tidak bertemu lagi. Pergi haji masih dianggap pergi ke tempat yang jauh dan dalam jangka waktu yang lama (42 hari). Belum tentu jamaah haji bisa pulang ke tanah air, mungkin saja ditakdirkan wafat di Tanah Suci. Hidup dan mati hanya Allah yang tahu, kita tidak tahu di bumi mana kita dilahirkan dan di bumi mana kita diwafatkan. Setiap tahun memang ratusan jamaah haji Indonesia meninggal dunia di Tanah Suci. Faktor penyakit bawaan dari tanah air atau usia lanjut merupakan faktor terbesar meninggalnya jamaah haji di sana.


Saya pun larut dalam kesedihan. Apalagi meninggalkan anak dan mamah serta bapak yang kelihatan sedih di rumah tanpa kehadiran saya. Namun, saya selalu teringat kata-kata ustadz pembimbing haji ketika manasik. Katanya, jika kita berangkat haji, maka pasrahkan saja semuanya kepada Allah SWT.  Pasrahkan saja keluarga kita dan harta yang kita tinggalkan kepada Allah. Biarlah Allah saja yang menjaganya. Insya Allah dengan memasrahkan diri kepada Allah kita dapat berangkat ke Tanah Suci dengan tenang.

Di gedung tentara Kota Baru Parahyangan semua rombongan jamaah haji Kloter 56/JKS dari berbagai KBIH dikumpulkan. Jamaah haji Kloter 56/JKS semuanya kurang lebih ada 426 orang. Mereka berasal dari beberapa KBIH yang ada di Kabupaten Bandung Barat dan beberapa orang jamaah haji mandiri (tidak tergabung dalam KBIH manapun).

Kloter 56/JKS,  diberikan pengarahan dan kiat-kiat sehat di Tanah Suci. Setelah serangkaian seremoni, akhirnya jamaah haji masuk ke dalam bus masing-masing, siap berangkat ke embarkasi Jawa Barat di Bekasi. Rombongan kami naik bis no. 02. 

Bersiap-siap memasuki bus

Berangkat ke Embarkasi Haji Bekasi

Satu persatu bus rombongan haji (10 bus) meninggalkan Gedung Kota Baru Parahyangan. Para pengantar,  yang merupakan keluarga jamaah haji, yang menunggu di luar (tidak boleh masuk ke dalam gedung, walau sebagian ada juga yang bisa masuk) menyemut memberikan lambaian tangan selamat jalan. Tak terasa air mata pun menetes. Sungguh mengharukan. Sepanjang jalan dari Kota Baru hingga perempatan lampu merah di pintu tol padalarang para pengantar berbaris melambaikan tangan. Perjalanan haji adalah perjalanan jauh, mungkin juga perjalanan menuju kematian. Para pengantar itu sengaja datang beramai-ramai ke tempat kami. Ada yang menyewa angkot, minibus, atau membawa mobil pribadi.

Lambaian tangan selamat jalan dari pengantar

Para keluarga pengantar jamah haji berbaris sepanjang jalan melambaikan tangan selamat jalan

Labbaikallahumma labbaik, labbaikala syarikalaka labbaik. Hamba datang memenuhi panggilan-Mu, ya Allah. Mata saya mendadak basah.

Bus-bus rombongan jamaah haji selama perjalanan dari embarkasi menuju Embarkasi Haji di Bekasi dikawal oleh mobil Patwal polisi sehingga mendapat prioritas jalan. Bunyi sirine meraung-raung sepanjang jalan. Bahkan, ketika tol Cikampek ditutup karena ada pembangunan jalan LRT,  khusus untuk rombongan jamaah haji dibuka khusus. Serasa menjadi tamu VIP saja.

Di Kabupaten Purwakarta bus berhenti di RM Cibening Sari untuk makan siang. Wah penjual oleh2 sudah banyak disana. Penukaran uang rupiah ke real pun ada.  Pemerintah Kabupaten Bandung Barat mentraktir jamaah haji makan siang gratis di rumah makan tersebut. Memang selama mengikuti haji mulai berangkat dari Bandung Barat hingga kembali ke Bandung Barat, jamaah haji mendapat banyak perlakuan istimewa. Mungkin sebabnya satu: jamaah haji itu adalah tamu-tamu Allah, sehingga banyak orang/instansi berlomba memuliakan tamu-tamu itu, meskipun sebagai jamaah haji tentu tidak pernah meminta perlakuan khusus tadi.

Oh iya, kloter saya, Kloter 56/JKS, termasuk dalam keberangkatan gelombang kedua. Sebagaimana diketahui, pemberangkatan jamaah haji tahun 2019 dibagi menjadi dua gelombang. Gelombang pertama dari tanggal 6 Juli – 19 Juli 2019, jamaah haji diterbangkan ke Madinah dulu. Gelombang kedua dari tanggal 20 Juli – 5 Agustus 2019, jamaah haji diterbangkan ke Mekkah via Bandara King Abdul Aziz Jeddah. Jamaah haji gelombang satu akan berada di Madinah selama sembilan hari sebelum bertolak ke Mekah, sedangkan jamaah haji gelombang kedua tinggal di Mekkah dulu selama 31 hari, baru kemudian pindah ke Madinah selama sembilan hari. Jadi, jamaah haji gelombang satu nantinya pulang ke tanah air melalui bandara Jeddah, sedangkan jamah haji gelombang dua pulang melalui bandara Madinah.

Pembagian dua gelombang ini karena jamaah haji Indonesia sangat banyak jumlahnya tahun ini mencapai 250.000 orang, sehingga tidak mungkin diangkut semuanya secara serentak dalam satu periode. Mengangkut 250.000 orang dengan pesawat terbang sama dengan memindahkan seluruh penduduk sebuah kabupaten di Sumatera, dan menurut saya ini adalah sebuah pekerjaan raksasa.

Berangkat pada gelombang satu atau gelombang dua sama-sama memiliki plus minus. Jika berangkat pada gelombang satu, maka perginya lebih awal dan pulangnya ke tanah air juga lebih awal. Minusnya adalah terlalu lama menunggu puncak ibadah haji (wukuf di Arafah), energi jamaah sudah terkuras untuk mengerjakan ibadah sunnah di Madinah dan Mekkah, sehingga ketika tiba masa puncak haji kondisi kebugaran dan kesehatan jamaah sudah mulai menurun. Padahal, inti ibadah haji itu adalah wukuf di Arafah.

Sebaliknya jika berangkat pada gelombang kedua, jarak waktunya dengan puncak ibadah haji tidak terlalu lama menunggu, sehingga jamaah masih dalam keadaan fit untuk menjalani puncak ibadah haji di Armina (Arafah, Mudzdalifah, dan Mina). Sisa waktu setelah puncak ibadah haji dapat digunakan untuk ibadah sunnah di Makkah dan Madinah. Minusnya adalah untuk mereka yang sudah berumur setelah puncak ibadah haji selesai, jamaah haji biasanya sudah diliputi perasaan homesick untuk pulang ke kampung halaman.

Sayangnya jamaah haji tidak dapat memilih diberangkatkan pada gelombang satu atau dua, karena urutan keberangkatan ditentukan oleh Kemenag (mungkin melalui pengundian?). Namun, biasanya beberapa KBIH tertentu sudah memiliki “kebiasaan” berangkat pada gelombang satu atau gelombang dua setiap tahun. Tinggal kita saja mencari-cari informasi KBIH ini biasanya berangkat pada gelombang satu, KBIH yang itu biasanya pada gelombang dua. Kebetulan KBIH saya biasanya kebagian gelombang dua. Beberapa KBIH di Bandung Barat sudah langganan berangkat pada gelombang dua, misalnya KBIH Al Mukhtariyah, Al Burdah, dan lain-lain.

Kembali ke kisah perjalanan kami ke embarkasi Bekasi. Selama perjalanan ke embarkasi saya lebih banyak duduk diam mungkin pertama karena keberangkatan ibadah haji ini seperti mimpi, kedua persiapan untuk berangkat sangat sempit. Ketiga Melamun banyak hal :-). Akankah saya dapat melaksanakan ibadah haji ini dengan lancar? Dapatkah saya melupakan sejenak urusan duniawi ini, fokus beribadah kepada Allah saja? Banyak lagi yang saya lamukan, namun sebagimana kata ustad pembimbing, pasrahkan semua urusan hidup ini hanya kepada Allah SWT saja.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar