Sabtu, 19 Januari 2019

Tentang Perdamaian

Perdamaian :

Perdamaian adalah suatu peristiwa hukum, dimana para pihak yang bersengketa atas perkara yang telah terregistrasi dalam roll perkara mengakhiri sengketanya di Pengadilan.

Berdasarkan PERMA RI No.1 Tahun 2016 tetang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Perdamaian adalah bentuk dari suatu "peristiwa hukum", merupakan Akta Transport yang bersifat terang tunai dan riil, maka pembuktiannya harus berupa "Akta Perdamaian".

Terang; dilakukan dihadapan Majelis Hakim (atas dasar adanya "kesepakatan" Perdamaian yang dibuat dihadapan Mediator).

Riil; benar2x atas dasar kemauan & kesepakatan para pihak yang bersengketa.

Tunai: perkara berakhir pada saat itu juga, dimana para pihak melaksanakan hak & kewajibannya dihadapan Majelis Hakim.

Sejak berlakunya Prosedur Mediasi di Pengadilan vide PERMA RI No.2 Tahun 2003 pelaksanaan Perdamaian, yang merupakan ketentuan teknis Perdamaian sebagaimana diatur Pasal 130 & 131 HIR, diawali dengan  dibuatnya "Kesepakatan/perjanjian Perdamaian" wajib dibuat dihadapan Mediator atau "Notaris Mediator".

Sejak berlakunya Perma a quo, maka sebenarnya secara "tidak langsung" mencabut kesepakatan/perjanjian perdamaian atau "dading" sebagaimana diatur dalam Padal 1851 KUH Perdata, karena Perdamaian bukan lagi merupakan "hubungan hukum" melainkan suatu peristiwa hukum yang dibuktikan dengan Akta Transport bukan lagi dengan suatu "Perjanjian" Perdamaian.

Lalu, bagaimana akibat hukum apabila tercapai kesepakatan perdamain hanya dengan salah satu Tergugat saja? sebagaimana terjadi dalam sengketa kepengurusan Ippat?...

Perkara "tetap berjalan" sebagaimana mestinya, dengan pihak2x Tergugat yang tidak turut berdamai.

Pada akhirnya Majelis Hakim akan memutus, dengan Tergugat yang berdamai dengan Akta Perdamaian, sedangkan dengan Tergugat lainnya yang tidak ikut berdamai dengan putusan sesuai hasil pemeriksaan Majelis Hakim tentunya...(NIS).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar