Jamaah haji harus menghafal nomor-nomor pintu masjid dan nomor pintu gerbang agar tidak kesasar. Pintu masuk masjid banyak sekali, jadi jangan sampai lupa nomornya. Masuk dari pintu berapa dan keluar lagi melalui pintu yang sama. Jangan sekali-sekali merasa takabur dengan mengatakan “ah, gampang kok“, seringkali saya mendengar cerita jamaah yang tidak tahu arah pulang karena merasa takabur. Jadi, hati kita harus dibersihkan, jangan sombong atau takabur. Dulu waktu saya umrah pintu gerbang tidak diberi nomor, hanya bangunan toilet yang diberi nomor, sekarang setiap pintu gerbang sudah diberi nomor. Hotel saya terletak di antara gerbang nomor 6 dan 7.Saat malam hari setelah sholat Isya atau sholat Subuh adalah saat yang cukup syahdu untuk berjalan-jalan di pelataran masjid menikmati rupa Masjid Nabawi. Langit malam di atas masjid Nabawi tampak bersih tanpa awan. Tidak tampak bintang-bintang, tetapi sepotong bulan sabit terlihat menggantung begitu indahnya.
Di antara ribuan jama’ah perempuan di Masjid Nabawi yang juga banyak berbusana serba hitam, keberadaannya tetap sangat terlihat khas. Berjubah hitam, bercadar, berkaus tangan dan berkaus kaki, sehingga hanya meninggalkan sepasang mata yang awas, menyelidik, siap menyapu sekeliling masjid. Askar. Kucari artinya adalah tentara, pengawal. Memang untuk menertibkan ribuan jama’ah dari berbagai negara dengan macam-macam karakter, kebiasaan dan ‘kebandelan’, diperlukan petugas yang tegas, waspada kalau perlu cerewet, agar suasana dan kondisi sholat berjama’ah di masjid nan agung itu berlangsung khidmat, khusyu dan tertib.
Jadi di dalam masjid bisa dilihat para askar berjalan hilir mudik di antara shaf-shaf jama’ah. Instruksinya dalam bahasa Arab, bahasa Inggris, atau Melayu terdengar lantang dan galak. Saya kagum akan refleks mereka mengenali ras kami para jama’ah. Para askar itu akan langsung berbahasa melayu jika berhadapan dengan kami warga Indonesia atau Malaysia: “Ibu….ibu….ke sana…ke sana…!! Sambil telunjuknya menunjuk ke sisi masjid yang masih menyisakan banyak tempat kosong. Saat berhadapan dengan jama’ah dari Turki, Mesir, Mongolia, atau Uzbekistan mereka berbahasa Inggris atau Arab.
Lain halnya jika berhadapan dengan jama’ah Afrika, bahkan yang berasal dari jazirah Arab askar-askar itu sangat galak dan keras. Karena sang jama’ah sering ngeyel malah bebantah-bantahan. Di larang masuk karena sudah tak ada tempat, malah ngotot sholat di jalan tempat lalu lalang. Astaghfirullah.
Jamaah haji berada di Madinah selama sembilan hari untuk dapat melaksanakan arbain, yaitu sholat wajib 40 kali di Masjid Nabawi. Karena pemondokan jamaah haji hampir seluruhnya sangat dekat dengan masjid Nabawi, maka jamaah haji insya Allah dapat melaksanakan sholat wajib sebanyak 40 kali di sana. Saya sudah menghitung sejak mulai check-in di hotel hingga check-out, memang pas waktunya untuk 40 kali sholat wajib di Masjid Nabawi. Sholat arbain di Masjid Nabawi hukumnya sunnah, jadi jamaah haji tidak perlu memaksakan diri. Jika tidak kuat, tidak usah dipaksakan. Tapi kalau badan sehat usahakanlah karena kesempatan sholat di Masjid Nabawi adalah langka, tidak akan kita dapatkan kalau kita sudah pulang ke tanah air.
Selama di Madinah jamaah haji mendapat makan dari Pemerintah RI setiap hari dua kali sehari (makan siang dan makan malam). Pemerintah Indonesia menyediakan layanan catering haji tahun ini sebanyak 40 kali, lebih banyak daripada tahun lalu yang hanya 25 kali. Perusahaan catering haji di Madinah dan Makkah wajib menyediakan makanan dengan menu Indonesia. Bumbu-bumbu masakan didatangkan dari Indonesia. Koki yang memasak makanan sudah dilatih oleh tim dari NHI, sebuah perguruan tinggi bidang perhotelan di Bandung, agar bisa memasak masakan dengan menu Indonesia.
Catering haji diantar ke hotel tempat jamaah menginap dua kali sehari. Satu paket catering terdiri dari nasi kotak, buah segar (bervariasi, kadang pisang, apel, pir, atau jeruk), dan satu botol air mineral atau juice buah. Biasanya paket catering sudah sampai di hotel pukul 10 pagi untuk makan siang dan pukul 16 sore untuk mkakan malam. Jadi, sebelum sholat Dzuhur dan sebelum sholat Maghrib kita sudah bisa makan. Kalau jamaah ingin tetap berada di Masjid Nabawi dari Maghrib sampai Isya, maka sebaiknya makan malam sebelum berangkat sholat maghrib ke Masjid Nabawi sudah bisa dilakukan di hotel. Sehingga, pulang sholat Isya dari Masjid Nabawi jamaah tinggal beristirahat (tidur) saja lagi.
Layana catering di Madinah dan Makkah, menu catering di Madinah cenderung lebih enak rasanya dan lebih variatif dibandingkan menu catering di Makkah. Memang soal rasa sangat subyektif pada setiap orang. Menu catering di Makkah cenderung membosankan (itu-itu saja) dan kurang ada rasa (bumbu), sedangkan menu catering di Madinah lebih kaya bumbu. Tapi saya tetap memakannya, anggap saja semua itu adalah rezeki dari Allah dan jangan ditolak.
Menu catering di Madinah cenderung pedas, sedangkan di Makkah rasanya manis. Bagi saya yang orang Sunda, saya merasa cocok dengan catering di Madinah, tetapi kurang cocok dengan catering di Makkah. Untunglah saya membawa bekal rendang dari Bandung, sehingga kalau menu cateringnya kurang cocok dengan lidah saya, maka rendang iniah sang “penyelamat” makan, he..he. Saya rasa hampir setiap jamaah haji dari setiap daerah membawa masakan khas mereka sendiri ke Tanah Suci untuk mengantisipasi masakan yang kurang sesuai selera.
Untuk sarapan pagi jamaah haji harus mencari sendiri. Bekal mie instan seperti Indomie dari tanah air buat saya tidak cukup membantu untuk sarapan pagi. Sebenarnya kita tidak perlu membawa banyak mie instan dari tanah air, sebab di Makkah dan Madinah mie instan Indomie dalam kemasan bahasa Arab banyak dijual di supermarket maupun toko-toko kelontong di sana, harganya 2 riyal (1 riyal sekitar 4000 rupiah).
Tentu membosankan dan kurang menyehatkan jika sarapan pagi selalu dengan mie instan terus. Di sekitar hotel banyak gerai yang menjual kentang goreng dan kebab khas Arab bernama shawarma. Kentang goreng dan shawarma harganya sama yaitu 5 riyal. Shawarma isinya potongan daging ayam panggang yang dicampur dengan sayur kol yang sudah disiram dengan saus, lalu dibungkus dengan lapisan roti tipis seperti kebab umumnya. Rasanya segar dan gurih, lebih enak jika ditambahkan saus cabe.
Beberapa restoran Indonesia juga terdapat di sekitar hotel. Ada bakso, ikan goreng, tempe, dan lain-lain, tetapi harganya cukup mahal. Bakso di Grapari Madinah yang terletak di Hotel Millenium lantai dasar misalnya, harganya 15 riyal (60 ribu rupiah), sudah termasuk satu botol air minum. Biasanya restoran Indonesia ramai saat sarapan pagi usai sholat subuh.
Usai sholat Subuh di Masjid Nabawi jamaah haji kembali ke hotel, sebagian lagi jalan-jalan di pertokoan yang banyak terdapat di lantai dasar dan lantai basement setiap hotel, apalagi kalau bukan untuk berbelanja. Oh iya, hampir setiap hotel di sekitar masjid Nabawi memiliki pertokoan di lantai dasar dan basement. Antara satu hotel dan hotel lain sering ada jalur bawah tanah yang menghubungkan pertokoan itu. Paling banyak toko yang menjual perhiasan emas, sajadah, peci haji, dan jam tangan. Ibu-ibu sangat senang mengunjungi toko emas, sebab emas di Madinah dan Makkah kualitasnya bagus-bagus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar