Kamis, 27 Agustus 2020

Kisah Tentang Pohon Hayat


Kalau ini Pohon Hayat (Pohon kehidupan )
Disana ( lauhul mahfudz ) terdapat pohon besar yang daunnya sangat banyak, hanya Allah yang tahu jumlahnya, setiap ada makhluq hidup ( manusia-jin-hewan ) meninggal, maka daun secara teratur rontok dan jatuh tergantung nama dan jumlah makhluq yang meningggal.

Setiap ada anak manusia-jin atau hewan lahir, maka tumbuhlah dedaunan sesuai nama dan banyak nya makluq hidup yang tumbuh, dan malaikat izroil selalu mengawasi pohon tersebut.

Pohon apakah itu ? itu adalah "pohon hayat". dimana malaikat izroil dengan mudah mendata dan mengawasi setiap makhluq yang lahir dan meninggal.

Menjelang empat puluh hari kematian makhluq, maka dedaunan yang ada namanya akan mulai layu dan mengiring, lalu akan jatuh tepat di akhir 40 harinya.

Pernahkah kalian merasakan kuping berdenging ? itu sebagai tanda daun yang ada nama kita tergesek oleh daun makhluq lain yang telah meninggal dan terjatuh,





Suatu Kali Ibrahim bertanya pada Malaikat Maut :
Ya Malaikat Maut...apa yang kau lakukan seandainya ada orang yang mati di Timur dan lainnya di Barat atau jika sebuah negeri diserang penyakit atau kelompok tentara di medan pertempuran...


Malaikat itu menjawab:

"Ya pesuruh Allah, nama orang-orang ini tercatat  di dalam Lauh Mahfuz, tempat seluruh nasib manusia ditulis. Aku menatapnya tak putus-putus. Ia memberitahuku saat dimana masa hidup setiap makhluk hidup di Bumi sampai ke penghabisan, manusia atau binatang."

"Ada juga pohon disebelahku, namanya Pohon Hayat. Ia diliputi dedaunan kecil yang banyak sekali, lebih kecil dari daun zaitun dan lebih banyak lagi. Kapan saja seseorang manusia lahir di Bumi, pohon itu menumbuhkan sehelai daun baru. Di atas daun itu ditulis nama orang tersebut. Dengan memakai pohon itu, aku tau siapa yang lahir dan mati."

"Ketika seseorang menjelang mati, daunnya mulai melayu dan mengering. Daun miliknya jatuh dari pohon ke Lembaran yang Terjaga (Lauh Mahfudz). Nama orang itu dihapus dari Lauuh Mahfuzh. Peristiwa ini terjadi 40 hari sebelum kematian yang sebenarnya orang itu. Kami diberi tahu 40 hari sebelum kematiannya yang akan datang. Orang itu sendiri mungkin tahu dan mungkin dia melanjutkan hidupnya dengan penuh harapan dan renca. Bagaimanapun, kami di surga tahu dan memiliki informasi itu."

Sungguh maha kuasa Allah telah menciptakan sesuatu yang di luar nalar manusia.
Namun sebagian pendapat berbeda pandangan tentang pohon sidrotul muntaha dengan pohon hayat.
Bedanya jika pohon sidrotul muntaha itu daunya sebesar telinga gajah,  kalau pohon hayat itu daunnya kecil-kecil dan ada nama kita tertera di situ dan letaknya di lauhul makhfudz.

Kisah Tentang Aisyah


Fakta penting tentang Aisyah, istri Nabi Muhammad:

1. Ummu Al-Mu'minin

Aisyah binti Abu Bakar adalah salah satu istri Nabi Muhammad. Ia adalah putri Abu Bakar (khalifah pertama), hasil dari pernikahan dengan isteri keduanya, yakni Ummi Ruman. Dalam tradisi Islam, Aisyah kerap dijuluki sebagai ummu al-mu'minin yang artinya ibu orang-orang Mukmin. Ia dianggap sebagai sumber otoritatif dari banyak hadis yang membicarakan kehidupan pribadi Nabi Muhammad.

2. Aisyah adalah satu-satunya istri Nabi Muhammad yang saat dinikahi berstatus perawan. Sedangkan istri-istri Nabi Muhammad yang lain adalah janda

Aisyah dilahirkan empat atau lima tahun setelah Muhammad diutus menjadi Rasulullah. Ketika Abu Bakar merasa putrinya sudah cukup umur untuk dinikahkan, ia memilih Jubayr bin Mut’im. Tapi pernikahan tersebut batal. Ayah Jubair, Mut‘im bin ‘Adi, menolak Aisyah lantaran Abu Bakar telah memeluk Islam. Istri Mut’im bin Adi mengatakan enggak mau keluarganya mempunyai hubungan dengan kaum Muslim yang dapat menyebabkan Jubair berpindah ke agama baru itu.

3. Ditentang Kaum Syiah

Menurut Kecia Ali dalam The Lives of Muhammad (2014) (menurut Hisham ibn ‘Urwah, Ibn Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang Rasulullah SAW pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada umur 9 tahun. Aisyah menjadi istri ketiga Nabi Muhammad setelah Khadijah dan Saudah binti Zam’ah. Tapi sebenarnya terdapat berbagai pendapat mengenai pada umur berapa sebenarnya Nabi Muhammad menikahi Aisyah. Sebagian besar hadis (termasuk sahih Bukhari dan sahih Muslim) menyatakan bahwa upacara perkawinan tersebut terjadi ketika Aisyah berusia 6, dan ia diantarkan memasuki rumah tangga Nabi Muhammad sejak umur 9. Tapi pendapat pakar menyebut setidaknya Aisyah berumur 19 saat menikah dengan Nabi.

4. Aisyah adalah istri Nabi Muhammad yang paling banyak meriwayatkan hadis

Dalam buku Women’s Rebellion & Islamic Memory (1996), Fatima Mernissi menjelaskan bahwa Aisyah menghasilkan hadis lebih banyak daripada Ali bin Abu Thalib. Ia mengutip pendapat Ibn Hajar, pengarang tujuh belas jilid Fath al-Bari, bahwa Ali hanya meriwayatkan 29 hadis, sementara Aisyah meriwayatkan 242 hadis. Sedangkan menurut Ibn Hajar, Fatimah (anak Rasullah SAW) nggak menyumbangkan apa-apa, meski ia adalah putri Nabi Muhammad dan istri Ali.

5. Aisyah mengobarkan perlawanan terhadap Ali bin Abu Thalib setelah Nabi Muhammad wafat

Kaum Syiah memberikan dukungan tanpa syarat kepada Ali dan hal itu karena mereka cenderung menentang Aisyah. Bahkan di era modern, ideologi Syiah masih masyhur, Ali Syariati dari Iran berpendapat bahwa wanita Muslim yang ideal adalah Fatimah, putri Rasulullah, yang enggak memainkan peranan politik yang nyata dalam Islam.

Bagi kaum Syiah, Aisyah adalah antimodel. Ia dicitrakan sebagai wanita yang menyeramkan. Kaum wanita, bagi kaum Syiah, harus berpuas diri seperti Fatimah, dengan menjadi ibu yang baik, anak wanita yang baik, dan istri yang baik.

Di Mesir, Sa’id al-Afghani menghabiskan waktu sepuluh tahun untuk menulis biografi Aisyah. Pada bab pendahuluan dan simpulannya, al-Afghani mengatakan bahwa dia melakukan hal itu untuk membuktikan bahwa kaum wanita harus dihalangi dari kancah politik. Bukunya, Aisha and Politics (1971), merupakan suatu susunan yang sistematis dari seluruh karya konservatif mengenai kaum wanita.

Aisyah menganjurkan pembangkangan, ia memimpin pasukan ke medan perang sebagai penentang Khalifah Ali bin Abu Thalib pada 4 Desember 656 Masehi (36 Hijriah). Atas tindakannya itu, menurut Charis Waddy dalam Wanita dalam Sejarah Islam (1987), Aisyah ikut membantu jatuhnya sang khalifah. Salah satu akibat pertentangan Ali-Aisyah adalah terpecahnya kaum Mukmin menjadi Syiah dan Sunni.

6. Takziah terbanyak

Aisyah wafat pada Senin malam, 17 Ramadan 58 Hijriyah atau (13/07/678), saat melaksanakan salat sunah witir. Hal ini disampaikan menurut mayoritas ulama. Tapi ada juga yang berpendapat bahwa ia wafat pada tahun 57 H dalam usia 63 tahun, sekian bulan. Para sahabat Ansar yang berdatangan bahkan nggak pernah menemukan satu hari pun yang lebih banyak orang bertakziah daripada hari itu, sampai-sampai penduduk sekitar Madinah turut berdatangan. Aisyah dikuburkan di permakaman Baqi’. Salat jenazahnya diimami Abu Hurairah dan Marwan bin Hakam yang saat itu adalah Gubernur Madinah.


Ziarah Kubur

Ziarah kubur sangat dianjurkan bagi Muslim karena banyak manfaat yang diperoleh. Secara bahasa ziarah artinya berkunjung. Sedangkan secara istilah, ziarah adalah mengunjungi makam orang yang sudah meninggal untuk mendoakannya, bertabaruk ataupun mengingat untuk kematian dan hari akhirat.

Para ulama menyatakan hukum ziarah kubur adalah sunah. Hal ini sesuai sabda Rasulullah SAW:

Di antara dalil-dalil Sya’i tentang disunahkannya ziarah adalah sebagaimana hadist-hadist berikut.

عَنْ بَرِيْدَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَدْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِىْ زِيَارَةِ قَبْرِ اُمَّةِ فَزُوْرُوْهَا فَاِنَّهَا تُذَكِّرُ اْلآخِرَةِ.(رواه الترمذي.٩٧٠) “

Dari Buraidah, ia berkata Rasulullah SAW bersabda “Saya pernah melarang kamu berziarah kubur. Tapi sekarang Muhammad teah diberi izin untuk berziarah ke makam ibunya. Maka sekarang berziarahlah! Karena perbuatan itu dapat mengingatkan kamu pada akhirat.

Berkata as-Syaikh ‘Abdul Mu’thi as-Saqaa dalam kitab al-Irsyaadaat as-Sunniyah “Berziarah dikuburan orang-orang muslim disunahkan bagi para pria berdasarkan hadits riwayat Muslim “Aku (dulu) melarang kalian berziarah kubur, (sekarang) berziarahlah karena ia mengingatkan kalian pada akhirat”.

Sedang bagi para wanita ziarah kubur hukumnya makruh bila bukan kuburan nabi,orang alim, orang shalih atupun kerabat, sedang menziarahi kuburan nabi dan orang yang telah disebutkan sunah baginya bila kuburannya masih dalam satu daerah atau diluar daerah saat dia bersama mahramnya.

Disunahkan memperbanyak ziarah dengan tujuan supaya dapat mengambil pertimbangan, peringatan serta teringat kehidupan akhirat.

Berziarah ke makam para wali dan orang-orang shaleh juga telah menjadi tradisi para ulama salaf. Di antaranya adalah Imam al-Syafi’I radhiallahu anhu jika ada hajat, setiap hari beliau berziarah ke makam Imam Abu Hanifah. Seperti pengakuan beliau dalam rfiwayat yang shahih.

Dari Ali bin Maimun berkata” Aku mendengar imam al Syafi’i berkata” Aku selalu bertabaruk dengan Abu Hanifah dan berziarah mendatangi makamnya setiap hari. Apabila aku memiliki hajat, maka aku salat dua rakaat, lalu mendatangi makam beliau,dan aku mohon hajat itu kepada Allah SWT di sisi makamnya, sehingga tidak lama kemudian hajatku terkabul.” ( Tarikh Baghdad,juz 1, hal. 123)

Hari dan Waktu Ziarah

Pada dasarnya ziarah kubur tidak dibatasi oleh hari maupun waktu. Namun, para ulama menyatakan ada hari-hari yang dianjurkan untuk berziarah di antaranya hari Kamis setelah 'asar dan Jumat.

Disebutkan dalam kitab I’anat at-Thalibin juz II hlm.142:

فَقَدْ رَوَى اْلحَاكِمُ عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مَنْ زَارَ قَبْرَ اَبَوَيْهِ اوَ ْاَحَدَهُمَا فِيْ كُلِّ جُمْعَةٍ مَرَّةً غَفَّرَ اللهُ لَهُ وَكَانَ بَارًّا بِوَالِدَيْهِ.

Hadist riwayat hakim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: Siapa ziarah ke makam orang tuanya setiap hari Jumat, Allah pasti akan mengampuni dosa-dosanya dan mencatatnya sebagai bukti baktinya kepada orang tua".

Editor : Kastolani Marzuki

Share

Saat ziarah kubur ke makam orang tua, makam nabi, wali, maupun orang-orang saleh dianjurkan untuk membaca Alquran (Surat Yaasiin dan Al Ikhlas), tahlil dan berdoa.

Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ مُعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:(رواه ابو داود، ٢٧١٤) يس” اِقْرَؤُوْ عَلَى مَوْتَاكُمْ

Dari Ma’qilbin Yasar R.A berkata, Rosululloh SAW bersabda; Bacalah surat Yasin pada orang-orang mati di antara kamu,. “ (HR. Abu Dawud :2714 )

Di bagian lagi Imam Nawawi juga berkata:

قَالَ الشَّافِعِي وَاْلأَصْحَابُ يُسْتَحَبُّ أَنْ يَقْرَؤُوْا عِنْدَهُ شَيْئًا مِنَ اْلقُرْآنِ قَالُوْا فَإِنْ خَتَمُوْا الْقُرْآنَ كُلَّهُ كَانَ حَسَنًا (الأذكار النووية 1 / 162 والمجموع للشيخ النووي 5 / 294)

"Imam Syafii dan ulama Syafi'iyah berkata: Disunahkan membaca sebagian dari al-Quran di dekat kuburnya. Mereka berkata: Jika mereka mengkhatamkan al-Quran keseluruhan, maka hal itu dinilai bagus" (al-Adzkar I/162 dan al-Majmu' V/294)

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ اْلأَنْصَارِيِّ، قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا إِلَى سَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ حِينَ تُوُفِّيَ، قَالَ: فَلَمَّا صَلَّى عَلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَوُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَسُوِّيَ عَلَيْهِ، سَبَّحَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَبَّحْنَا طَوِيلاً، ثُمَّ كَبَّرَ فَكَبَّرْنَا، فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللهِ، لِمَ سَبَّحْتَ؟ ثُمَّ كَبَّرْتَ؟ قَالَ: لَقَدْ تَضَايَقَ عَلَى هَذَا الْعَبْدِ الصَّالِحِ قَبْرُهُ حَتَّى فَرَّجَهُ اللهُ عَنْهُ.

Sahabat Jabir bin Abdullah radhiyallaahu ‘anhu berkata : Pada suatu hari kami keluar bersama Rasulullah saw menuju Sa’ad bin Mu’adz ketika meninggal dunia. Setelah Rasulullah saw menshalatinya,ia diltakkan di dalam kubur, dan kemudian diratakan dengan tanah, maka Rasulullah saw membaca tasbih, dan kami membaca tasbih dalam waktu yang lama. Baginda membaca takbir dan kami membaca takbir pula.

Kemudian baginda ditanya : Wahai Rasulullah, mengapa engkau membaca tasbih, kemudian membaca takbir?Baginda menjawab : Sungguh kuburan hamba Alloh yang shaleh ini benar-benar menghimpitnya,maka aku membacanya sehingga Alloh melepaskannya dari himpitan itu. (Hadits riwayat Ahmad dalam al-Musnad 14873, 15029, al-Hakim al-Tirmidzi dalam Nawadir Hadits di atas shahih dan sanadnya bernilai hasan).

Berikut susunan bacaan tahlil dan doa ziarah kubur yang dikutip dari Kitab Majmu’ Syarif dikutip iNews.id dari nu.online:

1. Pengantar Al-Fatihah

اِلَى حَضْرَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ وَاَلِهِ وصَحْبِهِ شَيْءٌ لِلهِ لَهُمُ الْفَاتِحَةُ

Artinya, “Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Untuk yang terhormat Nabi Muhammad SAW, segenap keluarga, dan para sahabatnya. Bacaan Al-Fatihah ini kami tujukan kepada Allah dan pahalanya untuk mereka semua. Al-Fatihah…”

2. Al-Fatihah.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. اَلْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَلرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ. اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ. اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الَّمُسْتَقِيْمَ. صِرَاطَ الَّذِ يْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّيْنَ. اَمِينْ

Artinya, “Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terlontar. Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Yang maha pengasih lagi maha penyayang. Yang menguasai hari pembalasan. Hanya kepada-Mu kami menyembah. Hanya kepada-Mu pula kami memohon pertolongan. Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Kauanugerahi nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat. Semoga Kaukabulkan permohonan kami.”

3. Surat Al-Ikhlas (3 kali).

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدٌ. اَللهُ الصَّمَدُ. لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ. وَلَمْ يَكٌنْ لَهُ كُفُوًا اَحَدٌ

Artinya, “Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Katakanlah, ‘Dialah yang maha esa. Allah adalah tuhan tempat bergantung oleh segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya.’” (3 kali).

4. Tahlil dan Takbir.

لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ

Artinya, “Tiada tuhan yang layak disembah kecuali Allah. Allah maha besar.”

5. Surat Al-Falaq.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ. مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ. وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ اِذَا وَقَبَ. وَمِنْ شَرِّ النَّفَاثاتِ فِى الْعُقَدِ. وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ اِذَا حَسَدَ

Artinya, “Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada tuhan yang menguasai waktu subuh dari kejahatan makhluk-Nya. Dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang mengembus nafasnya pada buhul-buhul. Dan dari kejahatan orang-orang yang dengki apabila ia mendengki.’”

6. Tahlil dan Takbir.

لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ

Artinya, “Tiada tuhan yang layak disembah kecuali Allah. Allah mahabesar.”

7. Surat An-Nas.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. قُلْ اَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ. مَلِكِ النَّاسِ. اِلَهِ النَّاسِ. مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ. الَّذِى يُوَسْوِسُ فِى صُدُوْرِ النَّاسِ. مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ

Artinya, “Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada tuhan manusia, raja manusia. Sesembahan manusia, dari kejahatan bisikan setan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia. Dari setan dan manusia.’”

8. Tahlil dan Takbir. لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ

Artinya, “Tiada tuhan yang layak disembah kecuali Allah. Allah maha besar.

9. Surat Al-Fatihah.

10. Awal Surat Al-Baqarah.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. المّ. ذَلِكَ الكِتابُ لاَرَيْبَ فِيْهِ هُدَى لِلْمُتَّقِيْنَ. الَّذِيْنَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ. وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُونَ بِمَا اُنْزِلَ اِلَيْكَ وَمَا اُنْزِلَ مِن قَبْلِكَ وَبِالْاَخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ. اُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِّن رَّبِّهِمْ، وَاُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Artinya, “Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Alif lam mim. Demikian itu kitab ini tidak ada keraguan padanya. Sebagai petunjuk bagi mereka yang bertakwa. Yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada kitab Al-Qur’an yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad SAW) dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya, serta mereka yakin akan adanya kehidupan akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari tuhannya. Merekalah orang orang yang beruntung.”

11. Surat Al-Baqarah ayat 163.

وَاِلَهُكُمْ اِلَهٌ وَّاحِدٌ لاَ اِلَهَ اِلاَّ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ

Artinya, “Dan Tuhan kalian adalah Tuhan yang maha esa. Tiada tuhan yang layak disembah kecuali Dia yang maha pengasih lagi maha penyayang.”

12. Ayat Kursi (Surat Al-Baqarah ayat 255)

اللهُ لاَ اِلَهَ اِلاَّ هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ، لاَ تَاْ خُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ، لَّهُ مَا فِى السَّمَوَاتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ، مَنْ ذَا الَّذِى يَشْفَعُ عِنْدَهُ اِلاَّ بِاِذْنِهِ، يَعْلَمُ مَا بَينَ اَيْدِيْهِمِ وَمَا خَلْفَهُمْ، وَلاَ يُحْيِطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ اِلاَّ بِمَا شَاءَ، وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَوَاتِ وَالْاَرْضَ، وَلاَ يَئُودُهُ حِفْظُهُمُا، وَهُوَ الْعَلِىُّ الْعَظِيْمُ

Artinya, “Allah, tiada yang layak disembah kecuali Dia yang hidup kekal lagi berdiri sendiri. Tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberikan syafa’at di sisi-Nya kecuali dengan izin-Nya. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan dan di belakang mereka. Mereka tidak mengetahui sesuatu dari ilmu-Nya kecuali apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dia tidak merasa berat menjaga keduanya. Dia maha tinggi lagi maha agung.”

13. Surat Al-Baqarah ayat 284-286.

لِلَّهِ مَا فِى السَّمَوَاتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ. وَاِنْ تُبْدُوْا مَافِى اَنْفُسِكُمْ اَوْ تَخْفُوْهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللهُ. فَيَغْفِرُ لَمِنْ يَّشَاءُ وَيُعْذِّبُ مَنْ يَّشَاءُ. وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيْرٌ. اَمَنَ الرَّسُوْلُ بِمَا اُنْزِلَ اِلَيْهِ مِنْ رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُوْنَ. كُلٌّ اَمَنَ بِاللهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ. لَانًفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْ رُّسُلِهِ. وَقَالُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَاِلَيْكَ الْمَصِيْرُ. لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا. لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكَتْسَبَتْ. رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا اِنْ نَسِيْنَا اَوْ اَخْطَاْنَا. رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا. رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ. وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ

14. Surat Hud ayat 73 sebanyak tiga kali.

ارْحَمْنَا، يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْن

Artinya, “Kasihani kami, wahai Tuhan yang maha kasih.” (3 kali).

رَحْمَتُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ اَهْلَ الْبَيْتِ اِنَّهُ حَمِيْدٌ مَّجِيْدٌ

15. Surat Al-Ahzab ayat 33.

اِنَّمَا يُريِدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ اَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا

Artinya, “Sungguh Allah berkehendak menghilangkan segala kotoran padamu, wahai ahlul bait, dan menyucikanmu sebersih-bersihnya,” (Surat Al-Ahzab ayat 33).

16. Surat Al-Ahzab ayat 56.

اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيْمًا

Artinya, “Sungguh Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bacalah shalawat untuknya dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”

17. Shalawat Nabi (3 kali).

اَلَّلهُمَّ صَلِّ أَفْضَلَ صَلَاةٍ عَلَى أَسْعَدِ مَخْلُوْقَاتِكَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ، عَدَدَ مَعْلُوْمَاتِكَ وَمِدَادَ كَلِمَاتِكَ كُلَّمَا ذَكَرَكَ الذَّاكِرُوْنَ وَغَفَلَ عَنْ ذِكْرِكَ الْغَافِلُوْنَ

18. Salam Nabi

وَسَلِّمْ وَرَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْ اَصْحَابِ سَيِّدِنَا رَسُوْلِ اللهِ اَجْمَعِيْنَ

Artinya, “Semoga Allah yang maha suci dan tinggi meridhai para sahabat dari pemimpin kami (Rasulullah).”

19. Surat Ali Imran ayat 173 dan Surat Al-Anfal ayat 40.

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ. نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ Artinya, “Cukup Allah bagi kami. Dia sebaik-baik wakil. (Surat Ali Imran ayat 173). Dia sebaik-baik pemimpin dan penolong,” (Surat Al-Anfal ayat 40).

20. Hauqalah.

وَلَاحَوْلَ وَلَا قُوَّةَ اِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ الْعَظِيْمِ

Artinya, “Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah yang maha tinggi dan agung.”

21. Istighfar (3 kali).

اَسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيْمَ

Artinya, “Saya mohon ampun kepada Allah yang maha agung.” (3 kali).

22. Doa Tahlil.

الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَمْدًا يُّوَافِى نِعَمَهُ وَيُكَافِىءُ مَزِيْدَهُ، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلَالِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ، سُبْحَانَكَ لَا نُحْصِى ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ، فَلَكَ الحَمْدُ قَبْلَ الرِّضَى وَلَكَ الحَمْدُ بَعْدَ الرِّضَى وَلَكَ الحَمْدُ إِذَا رَضِيْتَ عَنَّا دَائِمًا أَبَدًا

اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ بِالقُرْآنِ العَظِيْمِ رَحْمَةً وَاسِعَةً، وَاغْفِرْ لَهُ مَغْفِرَةً جَامِعَةً يَا مَالِكَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ اللهُمَّ اغْفِرْ لَها وَارْحَمْها وَعَافِها وَاعْفُ عَنْها يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ

وَاجْعَلِ اللهُمَّ ثَوَابًا مِثْلَ ثَوَابِ ذَالِكَ فِي صَحَائِفِنَا وَفِي صَحَائِفِ وَالِدِيْنَا وَمَشَائِخِنَا وَالسَّادَاتِ الحَاضِرِيْنَ وَوَالِدِيْهِمْ وَمَشَائِخِهِمْ خَاصَّةً وَإِلَى أَمْوَاتِ المُسْلِمِيْنَ عَامَّةً

Artinya,

“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang dilontar. Dengan nama Allah yang maha pengasih, lagi maha penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam sebagai pujian orang yang bersyukur, pujian orang yang memperoleh nikmat sama memuji, pujian yang memadai nikmat-Nya, dan pujian yang memungkinkan tambahannya. Tuhan kami, hanya bagi-Mu segala puji sebagaimana pujian yang layak bagi kemuliaan dan keagungan kekuasaan-Mu.

Maha suci Engkau, kami tidak (dapat) menghitung pujian atas diri-Mu sebagaimana Kaupuji diri sendiri. Hanya bagi-Mu pujian sebelum ridha. Hanya bagi-Mu pujian setelah ridha. Hanya bagi-Mu pujian ketika Kau meridhai kami selamanya.”

“Ya Allah, turunkanlah rahmat yang luas kepadanya (arwah ahli kubur) dengan berkat Al-Qur’an yang agung, ampunilah ia dengan ampunan yang luas, wahai Penguasa dunia dan akhirat, Tuhan sekalian alam.”

“Ya Allah, ampunilah dirinya (perempuan), kasihanilah dirinya, afiatkan dirinya, dan maafkanlah dirinya, wahai Tuhan sekalian alam.”


Rabu, 26 Agustus 2020

Kisah Air Zamzam


Selama beberapa tahun Mekah dipegang oleh kabilah yang berbeda-beda. Ajaran Nabi Ibrahim dari waktu ke waktu luntur dan membaur dengan kepercayaan paganisme. Mereka masih mengenal Allah akan tetapi sebagai Tuhan yang begitu jauh. Keberadaan Allah seakan-akan hanya simbol bagi mereka, karena pada zaman itu penduduk Mekah lebih banyak menyembah berhala yang terletak di dekat Ka’bah.

Penduduk Mekah lama-lama lupa dari mana asal dunia ini dan tidak memercayai bahwa ada kehidupan setelah kematian. Dari tahun ke tahun, akhirnya kota ini jatuh ke tangan klan Quraisy, yang masih ada beberapa orang yang menganut ajaran Nabi Ibrahim. Salah satunya adalah kakek Nabi yang bernama Abdul Muthalib. Kini Abdul Muthalib adalah salah satu pemuka Quraisy.

Abdul Muthalib mempunyai tanggung jawab yang besar sebagai pemuka, tugas yang tidak ringan diemban olehnya. Dalam musim haji, kewajiban beliau adalah menyediakan air minum bagi peziarah Baitullah. Tidak hanya dari kota Mekah saja yang datang saat musim haji, melainkan orang-orang dari kota lain. Memberikan miuman kepada peziarah yang lebih dikenal dengan sebutan siqoyah.

Abdul Muthalib awalnya mampu memenuhi kewajibannya untuk memberikan peziarah minum. Sayangnya, sumur-sumur itu mengering hingga jika diambil airnya, debu-debu yang ada di dalam ikut tercampur dalam air. Di satu sisi, peziarah makin meningkat. Itu merupakan sebuah keuntungan yang sangat tampak di depan mata.

Saat peziarah Mekah meninggkat, masyarakat Mekah dapat meraup penghasilan yang banyak dari perdagangannya. Tapi disisi lain, kaum Quraisy merasa berat untuk memenuhi kebutuhan minum para peziarah Mekah karena sumur-sumur yang terletak di dekat Ka’bah mulai mengering. Jika masyarakat Mekah tidak mampu memenuhi kebutuhan minum para peziarah, artinya mereka akan gagal menjamu dan memuliakan tamu-tamu Tuhan. Begitulah kondisi kota suci beberapa tahun terakhir.

Hal ini membuat keprihatinan serius kepada Abdul Muthalib. Beliau sadar bahwa peziarah dari tahun ketahun semakin banyak, sementara sumber air tidak pernah ada peningkatan, mengingat di kota Mekah yang gersang dan panas, air adalah kebutuan yang sangat penting untuk penduduknya.

Sumber air sangatlah berhaga di kota Mekah, tidak kalah berartinya dengan tambang emas. Di Mekah ada satu sumur yang bisa diandalkan, yaitu Zamzam, akan tetapi sumur ini beberapa tahun silam telah diuruk oleh suku Jurhum tanpa ada bekas galian sumur satu pun. Sedangkan suku Khuza’ah yang berhasil mengusir suku Jurhum, tidak ada ketertarikan untuk mencari dan menggali sumur Zamzam itu.

Dari kejadian beberapa tahun silam akhirnya penduduk Makkah setengah melupakan sumur yang telah diuruk tersebut. Penduduk Mekah memilih untuk menggali sumur yang baru di dekat Ka’bah.

Krisis air ini, membuat kaum Quraisy seperti di hantui rasa waswas. Abdul Muthalib pun memilih untuk menenangkan diri di Hijr Isma’il yang berdekatan dengan Ka’bah. Akhirnya Abdul Muthalib mengambil kebijakan untuk mengatasinya. Suatu malam ketika Abdul Muthalib berada di tempat itu untuk beristirahat sejenak dan memikirkan kenyataan yang sedang dihadapinya, tiba-tiba kedua mata beliau terpejam. Beberapa menit kemudian beliau tersentak oleh sebuah mimpi. Beliau merasa ditemui laki-laki mengenakan pakaian serba putih dan memeritahkannya untuk menggali at-Thaibah (salah satu nama ka’bah). Setelah bermimpi beliau bercerita kepada kaumnya agar mimpi itu bisa di tafsirkan. Kaumnya meminta Abdul Muthalib untuk mengulangi tidurnya.

Keesokan harinya Abdul Muthalib kembali tidur di tempat ia bermimpi selama 3 hari berturut-turut untuk mendapatkan jawaban dari mimpinya. Dalam tidurnya selalu di temui laki-laki berpakaian putih dan meminta Abdul Muthalib untuk menggali sesuatu. Di hari ketiga, beliau baru memahami apa yang diperintahkan oleh laki-laki misterius dalam mimpinya tersebut.

Galih sumur Zamzam, sumber air yang akan mencukupi bagi jamaa’ah haji, lokasi sumur berada di suatu tempat yang banyak kotoran dan darahnya. Di sana selalu ada burung gagak yang mematuk, serta menjadi sarang semut,” tutur sang laki-laki dalam mimpinya.

Abdul Muthalib menganggap bahwa itu lah ;okasi sumur Zamzam yang telah lama menghilang setelah kejadian yang dilakukan oleh suku Jurhum.

Setelah mimpi itu terungkap, Abdul Muhthalib segera mencari tempat itu dan menyusuri sekitar Masjid al-Haram, kemudian beliau melihat kearah berhala Ishaf dan Na’ilah. Di antara kedua berhala itu terdapat burung gagak sedang mematuk kotoran onta yang tercampur oleh darah, beliau juga melihat semut yang keluar dari sarangnya. Dari situ Abdul Muthalib yakin bahwa sumur Zamzam terletak di antara dua berhala tersebut.

Tanpa banyak biacara Abdul Muthalib akhirnya bertindak, beliau di bantu oleh putra tunggalnya yaitu al-Haris. Dalam perkerjaan ini, banyak sekali resiko yang telah dipikirkan Abdul Muthalib, mengingat tempat tersebut termasuk tempat suci kaum Quraisy.

Tempat itu terletak di antara dua berhala yang sering dikunjungi kaum Quraisy. Jika tempat itu diusik, maka kaum Quraisy akan protes. Abdul Muthalib sudah memikirkan bahwa kaum Quraisy akan menganggapnya sebagai perusak tempat suci mereka. Akan tetapi, resiko itu tidak menghentikan pekerjaan Abdul Muthalib. Beliau tetap bersikeras untuk menggali sumur Zamzam yang telah lama hilang. Putranya, al-Haris diperintahkan untuk tetap menjaga ayahnya dalam keadaan apapun.

Baru beberapa kali menggali tanah, suaranya mengundang perhatian orang yang ada di sekitarnya. Beberapa menit kemudian, satu persatu penduduk mendatangi sumber suara tersebut. Penduduk Mekah terkejut melihat Abdul Muthalib pemimpin yang berwibawah sedang menggali tanah bekas darah pegorbanan. Berbagai perkataan mulai bermunculan, resiko yang beliau takutkan benar-benar terjadi. Penduduk mengancam tindakan beliau dan memintanya untuk menghentikan pekerjaan itu. Akan tetapi tidak ada satu orang pun yang bisa menghentikannya.

Abdul Muthalib dengan tegas berkata bahwa semua yang ia lakukan hanyalah untuk menemukan keberadaan sumur Zamzam, bukan karena tidak menghormati tempat keramat itu.

Hari itu, Abdul Muthalib merasa miskin karena hanya mempunyai satu anak. Dalam hatinya ia bernadzar, seandainya ia mempunyai banyak putra pasti mereka akan melindunginya. Ia bernadzar, berjanji akan mengorbankan salah satu anaknya jika memiliki anak sepuluh. Nadzar tersebut menjadi bukti keseriusannya terkait penggalian zamzam.

“Di tempat ini kalian sudah banyak berkurban untuk tubuh Ka’bah. Sekarang liat aku akan mengorbankan darah dagingku sendiri.” ujar Abdul Muthalib.

Semua orang diam dan tercengang oleh nadzar yang diucapkan Abdul Muthalib. Setelah itu, tidak ada satu orang pun yang mencelanya lagi. Mereka hanya melihat pemimpinnya menggali tanah tersebut. Dalam penggaliannya, Abdul Muthalib bersama putranya al-Haris di awasi oleh puluhan mata yang hanya tetap melihat mereka berdua menggali, tak ada keinginan dari mereka untuk membantu.

Di tengah penggalian Abdul Muthalib menemukan sebuah harta karun peninggalan suku Jurhum. Seketika penduduk Makkah yang berada di dekat sumur itu langsung meminta hak atas harta tersebut. Penemuan harta karun memicu keramaian.

Abdul Muthalib memutuskan untuk mengundi harta karun tersebut dengan penduduk Mekah. Harta karun tersebut berupa dua patung emas dan berbagai jenis peralatan perang. Beliau mempersiapkan beberapa bejana. Dua bejana hitam untuk Abdul Muthalib, dua bejana kuning untuk Ka’bah dan dua lainnya untuk kaum Quraisy.

Undian pun dimulai, dua berjana kuning mengarah ke bagian Ka’bah, dua bejana hitam mengarah pada peralatan perang sehingga semua peralatan perang menjadi hak Abdul Muthalib dan dua bejana putih jatuh pada undian akhir. Yang artinya kaum Quraisy tidak mendapatkan bagian dari harta karun tersebut. Sumur Zamzam digali lagi hingga menemukan sumber air. 


Jumat, 21 Agustus 2020

Makna Tawaf

Apa kabar ? Semoga kita senantiasa dianugerahi kesehatan, kebahagiaan hidup, dan mampu mengambil hikmah dari ritual haji yang diperintahkan Allah SWT dengan sebaik-baiknya. Āamīin!

ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ

“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka, hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka, dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (QS Al-Hajj: 29)

Ibadah haji merupaka ibadah yang diwajibkan kepada kaum muslimin yang memiliki kemampuan untuk berangkat. Orang yang telah melaksanakan haji akan dapat merasakan betapa agungnya Allah SWT yang menjadikan mereka sebagai tamu-tamu Allah yang mulia. Kemuliaan itu dimiliki jemaah haji dan umrah sebagai penghargaan Allah kepada mereka yang tulus dan pasrah kepada-Nya dalam penghambaannya yang paripurna. Walaupun pada panas terik melakukan prosesi ritual haji, tidak ada yang merasa lelah yang menimbulkan penyesalan, kecuali orang yang “memaksakan diri” beribadah haji. Rasanya, kegembiraan, keharuan, ketakjuban, dan kehinaan diri hamba bercampur di dalam hati para jemaah. Hamba itu kecil di depan Allah SWT Yang Mahabesar. Kumandangan talbiah merasuk ke dalam relung-relung jiwa hamba yang datang dengan pasrah kepada Rabb-nya untuk memohon rahmat, kasih sayang, dan keampunan dari Penguasa alam semesta.

Ibadah haji adalah ibadah fisik dan nonfisik, materi dan nonmateri, jasmani dan rohani yang memerlukan kekuatan jasmani dan ketangguhan rohani. Semua rangkaian ibadah haji dilakukan dengan penuh semangat, daya juang yang tinggi, dan pengorbanan yang tidak sedikit. Semuanya dilakukan dengan ikhlas dan sabar sehingga puncaknya akan Allah SWT berikan perdikat haji mabrur. Balasannya adalah dibebaskan dari dosa dan dipastikan surga sebagai tempat abadi di akhirat nanti.

الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

“Tidak ada balasan (yang pantas diberikan) bagi haji mabrur kecuali surga,” (HR Bukhari)

Salah satu prosesi ibadah haji yang menjadi rukunnya adalah tawaf. Tawaf berarti “perbuatan mengelilingi Kakbah”. Kegiatan tawaf dilakukan oleh para jemaah haji atau siapa pun yang berada di Masjidilharam pada waktu yang tidak dibatasi. Orang yang melaksanakan tawaf (mutawif sebagai makna asalnya, yang sekarang maknanya menjadi pemandu tawaf) melakukan gerakan berkeliling Kakbah mulai dari Rukun Hajar Aswad dan berakhir pada posisi semula sebanyak tujuh kali. Putaran tawaf itu berlawanan arah dengan putaran jarum jam, yakni dari kanan ke kiri. Putaran dalam tawaf sama dengan arah rotasi bumi dan planet lain. Arah putaran bumi itu menyebabkan terjadinya siang dan malam. Siangnya dilakukan untuk mencari penghidupan manusia dan malamnya untuk beristirahat. Itulah perputaran yang dilakukan di alam ini sebagai sunatullah.

Bahkan, planet di tata surya ini, termasuk matahari, berjalan pada rotasinya dengan berputar dari arah kanan ke kiri. Bahkan , galaksi Bimasakti pun berputar dari kanan ke kiri, bahkan elektron pun juga demikian.

Jika kita menilik ke dalam tubuh berdasarkan fakta ilmiah, darah memiliki sirkulasi dari jantung ke seluruh tubuh dari arah kanan ke kiri. Hal itu berarti bahwa apa pun di jagat raya ini melakukan tawaf kepada Penciptanya. Sambil bertawaf kepada-Nya, semuanya bertasbih kepada Allah dalam setiap gerak atau rotasi yang terjadi. Allah SWT menyatakan di dalam firman-Nya,

تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا

“Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah.Tidak ada suatu pun, kecuali bertasbih dengan memuji-Nya. Namun, kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun”. (QS Al-Isra: 44)

وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ وَإِنَّا لَمُوسِعُونَ

“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa.” (QS Az-Zariyat: 47)

Orang yang tawaf mengikuti irama dan gerak bumi seperti gerakan dari sumbu putaran. Kakbah merupakan sentral dan titik yang menghubungkan antara bumi dan langit. Gerakan perputaran itu menandakan bahwa kehidupan yang berpusat di bumi melakukan komunikasi rohani dengan Yang Maha Mengatur perputaran bumi dan kehidupan manusia. Siklus dari awal menuju akhir, lalu akan berhenti pada titik akhir sehingga manusia berjumpa dengan Allah. Perjumpaan itu ditandai dengan akhir kehidupan manusia.

Mengitari kehidupan akan berlanjut mengikuti irama perputaraan alam ini. Sunatullah sebagai siklus hidup dilalui oleh setiap manusia. Ada masa awal manusia di alam rahim. Manusia lahir ke dunia melalui proses panjang dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa, tua, dan pada akhirnya berhenti pad suatu titik kehidupan alam dunia. Itulah makna di balik tawafnya bahwa manusia mengitari Kakbah yang berawal pada titik sudut (rukun) Hajar Aswad dan berakhir pula pada suatu titik pemberhentian.

Jika kita merunut awal kehidupan manusia, Adam dalam pencariannya terhadap sosok yang manjadi pasangannya di surga, yakni Hawa, mengalami putaran hidup yang sulit selama berpisah sejak mereka diturunkan ke bumi sampai bertemu lagi. Adam, menurut sumber sejarah, diturunkan di India (ada yang mengatakan di Sri Langka), sedangkan Hawa diturunkan di Arab, tepatnya Jedah (bermakna ‘nenek’). Ada yang mengatakan lama perpisahan mereka selama 40 tahun, ada yang mengatakan 50 tahun, bahkan selama 300 sampai dengan 500 tahun (mana yang benar Allah Yang Mahatahu). Yang pasti pencarian selama ini diawali dengan perintah haji kepadanya yang dituntun oleh malaikat menuju Kakbah yang sudah ada pada saat itu atas kekuasaan Allah SWT untuk melakukan tawaf.

Adam melakukan tawaf di Kakbah, sebuah bangunan yang didirikan oleh para malaikat jauh sebelum Adam diciptakan, bahkan sebelum penciptaan bumi dalam hamparan yang luas. Para malaikat sudah lama bertawaf di Kakbah sejak didirikan. Ketika berada di posisi Multazam, Adam diminta oleh malaikat untuk mengakui dosa-dosanya dan bertaubat. Di sana pula Adam meminta kepada Allah SWT, Ya Tuhanku, sesungguhnya setiap makhluk yang beramal saleh mendapat ganjaran. Apakah ada ganjaranku?”

Allah pun mewahyukan kepadanya, “Aku ampuni engkau atas segala dosamu.”

Adam pun berkata,”Apakah juga anak cucuku?”

Allah menjawab, “Siapa pun di antara keturunanmu yang datang ke tempat ini dengan mengakuai dosa-dosanya, bertaubat sebagaimana engkau bertaubat, dan memohon ampun, nisaca Aku ampuni.”

Adam adalah manusia pertama yang bertawaf di Kakbah berdasarkan bimbingan malaikat. Sebagai manusia yang diserahi amanat untuk memakmurkan bumi, Adam melakukan tawaf yang merupakan awal persiapan kehidupan bersama dengan istrinya yang akan dijumpai di Muzdalifah berdasarkan petunjuk dari malaikat yang mengawalnya. Adam disiapkan untuk melakukan perjuangan hidup masa depan mengikuti siklus yang tergambar dalam putaran tawaf yang dilakukannya.

Pada masa Nabi Ibrahim, pembangunan Kakbah dilanjutkannya bersama Ismail setelah terjadi kerusakan banjir Nabi Nuh. Setelah menyelesaikan pembangunan Kakbah, Ibrahim melakukan tawaf sebagai sunah yang dilakukan Adam dan para nabi sebelumnya.

: وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (١٢٧ (رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (١٢٨ (رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (١٢٩

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan fondasi Baitullah bersama Ismail, (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami orang yang berserah diri kepada-Mu, dan anak cucu kami (juga) umat yang berserah diri kepada-Mu, tunjukkanlah kepada kami cara-cara melakukan ibadah (haji) kami, dan terimalah tobat kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, utuslah di tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu, mengajarkan Kitab dan hikmah kepada mereka, dan menyucikan mereka. Sungguh, Engkaulah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana” (QS Al-Baqarah: 127-129).

Di dalam tawaf jemaah menghadapkan telapak tangannya ke arah Hajar Aswad bagi yang jauh darinya dan menciumnya bagi yang ada di dekatnya seraya berucap takbir.

عَنْ نَافِعٍ قَالَ: رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ يَسْتَلِمُ اْلحَجَرَ بِيَدِهِ ثُمَّ قَبَّلَ يَدَهُ وَ قَالَ: مَا تَرَكْتُهُ مُنْذُ رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص يَفْعَلُهُ.

“Dari Nafi’ ia berkata, ‘Aku melihat Ibnu ‘Umar menjamah Hajar Aswad dengan tangannya. Kemudian, ia mencium tangannya, lalu ia berkata, ‘Aku tidak pernah meninggalkan (yang demikian itu) sejak aku melihat Rasulullah SAW melakukannya.” [HR Muslim)

Filosofi putaran tawaf mengajarkan kepada manusia bahwa hidupnya memiliki fase-fase yang harus dilalui. Dalam setiap fase ada perjuangan yang berat sehingga akan sampai pada fase berikutnya. Untuk melewati fase demi fase kehidupan, diperlukan daya juang yang tinggi, apalagi manusia diserahi amanat yang menjadi khalifah di atas bumi. Tugas pengelola bumi itu menuntut manusia tidak tinggal diam dan harus mengikuti gerak kehidupan agar sampai ke fase kehidupan yang akhir dengan selamat.

Ibadah tawaf mengajarkan kepada kita bahwa gerak hidup setiap manusia bukanlah sekadar untuk hidup itu sendiri, melainkan segala gerak hidup itu terjadi dan menuju kepada Allah SWT. Secara singkat, simbolisasi dari tawaf berdasarkan pemaknaan di atas adalah bahwa setiap manusia harus memiliki kesadaran yang kuat mengenai pemahaman yang benar dan lurus dari mana kehidupan ini berasal dan ke mana akan menuju, yaitu dari dan menuju Allah.

Ibadah tawaf penuh sebagai ibadah ritual yang ditunjukkan oleh Nabi Adam a.s. dan Nabi Ibrahim a.s. yang dilestarikan oleh Nabi Muhammad sebagai bagian dari rukun haji kepada umatnya. Dalam tawaf dikumandangkan tahlil, takbir, dan doa-doa yang mengandung pengakuan tauhid, pujian kepada Allah SWT, dan permohonan kepada-Nya agar diberi kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Dalam ritual haji, tawaf sebagai rukun haji dilakukan setelah melontar jamrah yang disebut tawaf ifadah. Di dalam tawaf keagungan Allah SWT sangat terasa dalam melantunkan tahlil, takbir, dan doa itu. Bahkan, yang lebih syahdu lagi pada saat melaksanakan tawaf wadak (tawaf perpisahan). Kerinduaan untuk kembali lagi begitu menyesak kalbu sampai meneteskan air mata agar Allah SWT memberi kesempatan lagi untuk datang ke Baitullah.



Kamis, 20 Agustus 2020

Kisah tentang Zainab

Selama ini yang kita tahu cucu Rasul dan putra Fatimah-Ali hanya lah Hasan dan Husein, padahal ada Zainab, sosok anak perempuan yang menjadi ‘ibu’ bagi adik-adiknya, Hasan-Husein.

Masa kecil Zainab binti Ali, cucu Nabi Muhammad SAW dilalui dengan penuh kebahagian, di bawah pengawasan dan limpahan kasih sayang kedua orang tuanya dan kakeknya, sang insanul kamil Muhammad. Namun kebahagian itu begitu cepat berlalu, hanya sekejap kebahagiannya bersama sang kakek tercinta, mereka dipisahkan oleh sang maut, hanya lima tahunan Zainab merasakan belaian kasih sayang dari kakeknya.

Kesedihan Zainab semakin memuncak hanya berkisar sekitar enam bulan dari kepergian sang kakek, ibunda tercinta Fatimah az-Zahra yang menyusul sang kakek untuk selamanya. Setelah kepergian ayahanda tercinta, Nabi Muhammad SAW, Fatimah selalu dirundung kesedihan. Selama kurun waktu menjelang kewafatannya, Fatimah tidak pernah tersenyum. Hari-hari dilalui Fatimah dengan kesedihan yang mendalam serta tangisan yang menyayat pilu.

Para sejarawan mengumpulkan orang-orang mulia yang larut dalam kesedihan yang mendalam dalam sejarah. Salah satunya adalah Fatimah. Ia termasuk sosok yang pernah dianggap paling sedih dalam sejarah, ia pernahmenangis pilu sebagai ungkapan perasaan yang mendalam atas meninggalnya sang ayah, Nabi Muhammad SAW; Selain itu ada Nabi Adam yang menangis karena menyesal memakan buah Khuldi dan melanggar larangan-Nya; Lalu ada Nabi Nuh menangisi kaummnya yang inkar kepada Tuhannya dan ditenggelamkan oleh air bah; Nabi Ya’qub menangis karena rindu kepada putranya Yusuf; Nabi Yahya menangis karena takut akan neraka. (Aisyah Abdurrahman Bintus Syathi, As-Sayyidatu Zainab, Bathalu Karbila’, terj. Anoname{Jakarta: Bulan Bintang, 1975}, hlm. 38.)

Fatimah yang dirundung duka teramat dalam hanya menunggu kedatangan sang pemutus nikmat, malaikat maut. Ia telah diberi kabar gembira dari Nabi bahwa ia adalah orang yang pertama dari kalangan keluarga Nabi Muhammad yang akan menyusulnya.

Dalam satu riwayat dikisahkan dari ‘Aisyah dia berkata, “Suatu ketika para istri Rasulullah SAW, sedang berkumpul tanpa ada seorang pun dari mereka yang tidak hadir saat itu. Tak lama kemudian, datanglah Fatimah dengan berjalan kaki yang cara jalannya persis dengan cara jalannya Rasulullah SAW. Ketika melihatnya, maka beliau pun menyambutnya dengan mengucapkan: “Selamat datang hai puteriku yang tercinta!”

Setelah itu beliau mempersilahkannya untuk duduk di sebelah kanan atau di sebelah kiri beliau. Lalu beliau bisikkan sesuatu kepadanya hingga ia (Fatimah) menangis tersedu-sedu. kemudian sekali lagi Rasulullah pun membisikkan sesuatu kepadanya hingga ia tersenyum gembira. Lalu saya (Aisyah) bertanya kepada Fatimah, “Ya Fatimah, Apa yang membuat kamu menangis?” Fatimah menjawab; “Sungguh saya tidak ingin menyebarkan rahasia yang telah dibisikkan Rasulullah kepada saya.” Aisyah berkata, ‘aku tidak pernah melihat kebahagian yang lebih dekat dengan kesedihan seperti hari ini. Lalu Aku (Aisyah) bertanya kepadanya ketika dia menangis, “Apakah Rasulullah saw, mengistimewakanmu dari kami dengan ucapannya, hingga kamu menangis?” Aku bertanya terus tentang apa yang diucapkan Rasulullah kepadanya, namun dia tetap menjawab, “Aku tidak akan menyebarkan rahasia Rasulullah SAW.”

Setelah Rasulullah SAW meninggal dunia, saya hampiri Fatimah seraya bertanya kepadanya, ‘Hai Fatimah, saya hanya ingin menanyakan kepadamu tentang apa yang telah dibisikkan Rasulullah kepadamu yang dulu kamu tidak mau menjelaskannya kepada saya!’ Fatimah menjawab, “Dulu Rasulullah SAW, membisikkan sesuatu kepada saya, beliau memberitahukan, bahwasanya Jibril dan beliau biasanya bertadarus Al Qur’an satu kali dalam setiap tahun dan kini beliau bertadarus kepadanya (Jibril) sebanyak dua kali. Sungguh aku (Rasulullah) tahu bahwa ajalku telah dekat’. ‘Mendengar bisikan itu, maka saya pun menangis,” kata Fatimah.

Kemudian Rasulallah SAW berbisik lagi, “Sesungguhnya kamu adalah orang yang paling pertama menyusulku dari kalangan ahlul baitku. Sebaik-baik pendahulumu adalah aku, hai Fatimah, maukah kamu menjadi pemimpin para istri orang-orang mukmin atau sebaik-baiknya wanita umat ini?” Lalu saya (Fatimah) pun tertawa karena karena bisikan nabi yang terakhir itu.”{H.R. Muslim, Kitab : Keutamaan Shahabat, Bab : Keutamaan Fatimah binti Nabi saw, No. Hadist : 4488}

Akhirnya pesan dari Nabi pun terbukti. Fatimah menjadi orang yang pertama menyusul Rasulallah, tinggallah Zainab kecil yang memperhatikan bagaimana sosok ibunya dibaringkan, dikubur dipemakaman Baqi’ sebagaimana hal tersebut terjadi kepada kakeknya. Instingnya yang tajam membuat ia mengerti bahwa hari tersebut merupakan hari yang terakhir ia melihat sosok ibunda yang tercinta.

Zainab menangis lirih didekapan sang ayah tercinta Ali bin Abi Thalib yang tertunduk sayu menatap gundukan makam isteri yang tercinta. Dengan suara lirih, sang ayah tercinta, Ali bin Abi Thalib mengucapkan salam perpisahan untuk orang yang mereka cintai disaksikan oleh putra dan putri mereka,

“Salamku untukmu ya Rasulullah! Salamku untuk isteriku tercinta! Dari cucumu dan anak-anakmu. Sungguh teramat berat bagiku menghadapi cobaan ini. Belum kering air mata menangisi kepergian engkau ya Rasulallah. Masih basah gundukkan makammu, ya Rasulullah, Fatimah isteriku yang tercinta pergi untuk selamanya berkumpul dengan kalian, ya Rasulallah. Hanya setitik iman dan kesabaran lah yang membuatku mampu bertahan dari cobaan yang teramat berat ini. Semoga Allah memberikan jalan yang terbaik jalan yang terang sebagai pelita untuk kami menghadapi ujian ini. Salamku untukmu, ya Rasulallah! Salamku, ya isteriku tercinta! Sari cucumu dan anak-anakmu. Selamat tinggal isteriku yang tercinta, semoga kita akan berkumpul lagi di tempat yang telah Ia janjikan.”

Dengan langkah lesu Ali pulang ke rumah diiringi putra-putri mereka, malam berlalu dengan cepat, tiba-tiba Zainab merasakan keadaan yang sunyi, sepi mencekam, tiada terdengar senda gurauan dari ibunda yang tercinta. Ia sadar ia telah kehilangan, ditinggalkan sosok yang teramat mengasihinya, yang tinggal hanya secercah kenangan yang manis yang menjadi bunga tidur baginya dan saudara-saudarinya.

Peristiwa-peristiwa yang pilu yang dialami oleh Zainab membuat ia tumbuh menjadi lebih dewasa dibandingkan anak seusianya, ia hadir menjadi sosok ibu bagi Hasan, Husein dan adiknya paling kecil, Ummu Kaltsum.

Ya, ia hadir sebagai ibu yang teramat belia yang berumur kurang lebih sepuluh tahun bagi saudara-saudarinya. Kegetiran hidup yang dialami Zainab menjadikan ia sosok remaja yang tabah, sabar dan penuh kasih sayang bagi saudaranya. Masa remajanya dilewati dengan membimbing, menjaga saudara-saudarinya yang lain sebagai bentuk tanggung jawab terhadap pesan ibunya agar ia selalu berada di sisi, menemani saudaranya yang lain sepeninggalan ibunya.