Selasa, 09 Juni 2020

Pengetahuan

“Wajar dong, Mama lebih perhatian sama kakakmu. Kamu tahu sendiri, kan? Kakakmu bandel dan keras orangnya. Kalo nggak dikasih perhatian, gimana masa depannya? Kamu paham, kan?”

“Coba ya, kamu bisa seperti adikmu. Ganteng, pintar, masuk finalis duta wisata, jadi penyiar radio...”

Potongan-potongan dialog itu bukan lagi hal baru bagi anak yang merasakan orang tua yang pilih kasih. Sadar atau tidak, orang tua pilih kasih tidak bisa dihindari. Sekali pun orang tua menegaskan bahwa perlakuan pada setiap anak adil dan sama rata, tetap saja anak memiliki persepsi yang berbeda tentang kasih sayang orang tua.

Terkadang, anak merasa orang tua terlalu menyayangi saudaranya yang lain. Anak akan menyimpan kemarahan dan kesedihan dalam hati ketika orang tua membanding-bandingkan dirinya dengan saudaranya yang lain. Mungkin tujuannya ingin memotivasi, namun efek yang dirasakan si anak justru kebalikannya.

Saat saudaranya mendapat barang yang lebih bagus, anak diam-diam memiliki harapan yang sama. Ia tak berani mengutarakannya karena takut dianggap iri. Anak lebih suka memendam perasaannya dari orang tua.

Jangan mengira anak tidak bisa merasakan adanya perbedaan rasa, perhatian, dan kasih sayang dari orang tua. Meski anak dianggap masih kecil, ia bisa merasakan adanya pilih kasih yang dilakukan orang tua. Ia dapat mengerti bahwa orang tua jauh lebih perhatian dan menyayangi satu anak dibandingkan anak lainnya.

Lantaran masalah pilih kasih yang tak berujung, memutuskan untuk memiliki anak tunggal adalah jalan terbaik. Anak tunggal otomatis takkan merasa dirinya pilih kasih sebab dia adalah satu-satunya dalam keluarga. Mereka yang terlahir sebagai anak tunggal tidak perlu merasakan pengaruh negatif akibat perlakuan diskriminatif, dibanding-bandingkan, dan kekurangan kasih sayang.

Menurut psikolog asal Washington DC, Dr. Elen Weber Libby, orang tua yang memiliki anak kesayangan jangan menampakkan hal itu secara mencolok di depan anak-anak lainnya. Hal ini akan membahayakan bagi anak. Dalam bukunya The Favorite Child, ia mengatakan bahwa anak kesayangan yang diperlakukan secara berlebihan oleh orang tua akan berdampak buruk bagi anak lainnya. Anak itu akan merasa dirinya tidak penting dalam keluarga, rendah diri, dan berbagai efek negatif lainnya.

Sebuah survei yang dilakukan University of Manchester’s Faculty of Life Sciences menunjukkan, tiap orang tua memiliki anak kesayangan. Hasil survei ini telah dimuat di Jurnal Echology pada tahun 2007.

Anak yang kurang diistimewakan cenderung mengalami agresivitas yang lebih. Timbul niat memberontak di hatinya. Ia akan mencari pelampiasan di luar keluarga. Anak seperti ini akan mencari perhatian dan kasih sayang dari orang-orang di luar keluarga. Kelak jika ia dewasa dan menikah, ia memutuskan akan memiliki anak tunggal agar pengalaman buruknya di masa kecil tidak terulang. Agar anaknya tidak perlu merasakan apa yang ia rasakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar