Sabtu, 25 Desember 2021

Sejarah Bandara Halim Perdanakusuma


Sejarah Bandara Halim Perdanakusuma

Dikutip dari laman Angkasa Pura II, Bandara Halim Perdanakusuma sebelumnya bernama Lapangan Terbang Cililitan. Bandara ini juga digunakan sebagai markas Komando Operasi Angkatan Udara I (Koops AU I) TNI-AU

Bandara Halim Perdanakusuma beroperasi sementara menjadi bandara komersial mulai tanggal 10 Januari 2014 untuk mengalihkan penerbangan dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang dinilai telah penuh sesak.

Pada abad ke-17, daerah Cililitan merupakan sebuah tanah partikelir yang dimiliki oleh Pieter van der Velde. Tanah tersebut dinamakan Tandjoeng Ost. Kemudian sekitar tahun 1924, sebagian tanah tersebut dijadikan sebuah lapangan terbang pertama di kota Batavia.

Lapangan terbang tersebut dinamakan Vliegveld Tjililitan (Lapangan Terbang Tjililitan). Pada tahun yang sama, lapangan terbang ini menerima kedatangan pesawat dari Amsterdam yang kemudian menjadi penerbangan internasional pertama di Hindia Belanda. Sebelum mendarat di Cililitan, pesawat Fokker ini memerlukan waktu cukup lama di perjalanan karena pernah jatuh dan mengalami kerusakan di Serbia hingga harus didatangkan suku cadang dari pabriknya di Amsterdam.

Lapangan terbang ini juga turut andil dalam peresmian Bandara Internasional Kemayoran yaitu dengan cara menerbangkan pesawat berjenis Douglas DC-3 menuju Kemayoran yang baru saja diresmikan.

Pada tanggal 20 Juni 1950, Belanda sepenuhnya menyerahkan lapangan terbang ini kepada pemerintah Indonesia. Ketika itu lapangan terbang ini langsung dipegang oleh AURI dan dijadikan pangkalan udara militer.

Kemudian bertepatan dengan 17 Agustus 1952, lapangan terbang ini berganti nama menjadi Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma untuk mengenang almarhum Abdul Halim Perdanakusuma yang gugur dalam menjalankan tugasnya.

Di samping sebagai pangkalan militer, Halim juga digunakan sebagai bandara sipil utama di kota Jakarta bersamaan dengan Kemayoran. Pada tahun 1974, bandar udara ini harus berbagi penerbangan internasional dengan Kemayoran karena padatnya jadwal penerbangan di sana.

Halim juga sempat ditunjuk menggantikan peranan Kemayoran yang semakin padat. Namun hasilnya justru tertuju kepada pembangunan sebuah bandara baru di daerah Cengkareng. Kelak bandar udara tersebut dinamakan Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.

Setelah Kemayoran ditutup, Bandara Halim Perdanakusuma mulai mengurangi jadwal penerbangan sipil untuk berfokus guna kepentingan militer. Namun pada tahun 2013, Halim memberikan 60 slot/jam untuk penerbangan berjadwal domestik maupun internasional. Hal tersebut dikarenakan untuk mengurangi padatnya jadwal penerbangan di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta.

Sabtu, 11 Desember 2021

Hari Bhakti Transmigrasi


Sejarah Hari Bhakti Transmigrasi

Dilansir dari situs Kemenkeu, istilah transmigrasi pertama kali dikemukakan oleh Bung Karno tahun 1927 dalam Harian Soeloeh Indonesia. Kemudian dalam Konferensi Ekonomi di Kaliurang, Yogyakarta pada 3 Februari 1946, Wakil Presiden Bung Hatta menyebutkan pentingnya transmigrasi untuk mendukung pembangunan industrialisasi di luar Jawa.

Hari Bhakti Transmigrasi berawal pada 12 Desember 1950. Transmigrasi pertama dilakukan dengan memberangkatkan 23 Kepala Keluarga ke Lampung dan 2 Kepala Keluarga ke Lubuk Linggau.

Terdapat sebuah peristiwa yang terus dikenang sampai saat ini dalam sejarah Hari Bhakti Transmigrasi. Pada 11 Maret 1974, 67 pionir transmigran asal Boyolali, Jawa Tengah yang hendak menuju Unit Pemukiman Transmigrasi (UOT) Rumbiya, Sumatera Selatan, meninggal dunia dalam kecelakaan.

Bus yang mereka tumpangi tergelincir, lalu masuk dan terbakar di Kali Sewo di Desa Sukra, Indramayu, Jawa Barat. Untuk mengenang peristiwa tersebut, dibangun lah Makam Pionir Pembangunan Transmigrasi di Desa Sukra, Indramayu.