Jumat, 26 Februari 2021

Kisah Rasulullah Bagian 110

*KISAH RASULULLAH ﷺ*

*Bagian 110*

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
 
*Rasulullah ﷺ pun Terganggu*

Rasulullah ﷺ bersabda,
“Wahai kaum muslimin siapa yang akan membela ku dari laki-laki yang telah menyakiti keluargaku (dengan menyebarkan berita bohong)? Demi Allah, aku tidak mengetahui dari keluargaku kecuali yang baik. Sesungguhnya mereka orang-orang yang menyebarkan berita bohong itu telah menyebut nama seorang laki-laki (shofwan) yang aku tidak mengenal yaitu kecuali sebagai orang yang baik.”

Berita bohong tersebut telah menyakiti hati Rasulullah ﷺ dan keluarganya. Kemudian Rasulullah ﷺ datang mengunjungi Aisyah yang saat itu memang sedang dirawat di rumah orangtuanya.

Aisyah menuturkan. 

Kemudian Rasulullah ﷺ datang ke rumahku. Saat itu Ayah Ibuku berada di rumah. Ayah Ibuku menyangka bahwa tangisku telah menghancurluluhkan hatiku. Sejak tersiar berita bohong itu, Rasulullah ﷺ tidak pernah duduk di sisiku. 

Selama sebulan dia tidak mendapatkan wahyu tentang diriku. Ketika duduk Rasulullah ﷺ membaca puji syukur ke hadirat Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى lalu bersabda,

“Ya Aisyah aku telah mendengar mengenai apa yang dibicarakan orang tentang dirimu. 

Jika engkau tidak bersalah Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى pasti akan membebaskan dirimu. 

Jika engkau telah melakukan dosa minta ampun kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dan bertobatlah kepada Nya.”

Selesai Rasulullah ﷺ mengucapkan itu, tanpa kurasakan, air mataku bertambah bercucuran. 

Kemudian aku katakan kepada Ayahku,

“Ayah, berilah jawaban kepada Rasulullah ﷺ mengenai diriku.”

Ayahku menjawab,

“Demi Allah aku tidak tahu bagaimana harus menjawab.”

Aku katakan pula kepada Ibuku,

“Ibuku berilah jawaban mengenai diriku”

Dia pun menjawab,

“Demi Allah aku tidak tahu bagaimana harus menjawab.”

Lalu aku berkata,

“Demi Allah Sesungguhnya kalian telah mendengarkan itu, sehingga kalian telah membenarkannya. Jika aku katakan kepada kalian bahwa aku tidak bersalah, Allah Maha Mengetahui bahwa aku tidak bersalah. Pasti kalian akan membenarkan aku. Demi Allah aku tidak menemukan perumpamaan untuk diriku dan kalian, kecuali sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi Yusuf Alaihissalam, 

“Sebaiknya aku bersabar kepada Allah sajalah aku mohon pertolongan atas apa yang kalian lukiskan.”

Air mata Abu Bakar pun berlinang ketika putrinya difitnah. Dia berkata,

“Demi Allah belum pernah disebut-sebut ada persoalan semacam ini pada masa jahiliyah, padahal ketika itu orang tidak menyembah Allah. 

Tetapi sekarang pada masa memancarkan sinar Kemuliaan Islam orang-orang mengabarkan berita bohong seperti ini 
kepada keluarga kita!”

*Firman Allah ﷻ*

Setelah itu Aisyah berbaring di atas tempat tidur, ia dalam keadaan lemah. Saat itu mendadak Rasulullah ﷺ juga terkulai lemah karena Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى sedang menurunkan firmannya. Keringat beliau bercucuran karena beratnya Wahyu yang diturunkan,

إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ ۚ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ ۖ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۚ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ ۚ وَالَّذِي تَوَلَّىٰ كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.”

Surah An-Nur (24:11)

لَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَٰذَا إِفْكٌ مُبِينٌ

“Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.”

Surah An-Nur (24:12)

لَوْلَا جَاءُوا عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ ۚ فَإِذْ لَمْ يَأْتُوا بِالشُّهَدَاءِ فَأُولَٰئِكَ عِنْدَ اللَّهِ هُمُ الْكَاذِبُونَ

“Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta.”

Surah An-Nur (24:13)

وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِي مَا أَفَضْتُمْ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Sekiranya tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu.”

Surah An-Nur (24:14)

إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ

“(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. 

Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.”

Surah An-Nur (24:15)

وَلَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُمْ مَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَٰذَا سُبْحَانَكَ هَٰذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ

“Dan mengapa kamu tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu: Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar.”

Surah An-Nur (24:16)

يَعِظُكُمُ اللَّهُ أَنْ تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman.”

Surah An-Nur (24:17)

وَيُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Surah An-Nur (24:18)

إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.”

Surah An-Nur (24:19)

وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ وَأَنَّ اللَّهَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Dan sekiranya tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allah Maha Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar).”

Surah An-Nur (24:20)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ وَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۚ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَىٰ مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Barang siapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Surah An-Nur (24:21)

Setelah menerima wahyu Rasulullah ﷺ memandang Aisyah dengan tersenyum sambil bersabda, 

“Bergembiralah, ya Aisyah Sesungguhnya Allah telah membebaskan kamu.”

*Bersambung*

Kamis, 25 Februari 2021

Kisah Rasulullah Bagian 109

*Kisah Rasulullah*

*Bagian 109*

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Sesampainya di Madinah, putra Abdullah bin Ubay yang juga bernama Abdullah, menemui Rasulullah ﷺ.
“Ya, Rasulullah,” panggil Abdullah,

“Saya dengar Tuan ingin membunuh ayahku. Jika benar Tuan ingin melakukannya, perintahkanlah aku. Aku bersedia membawa kepalanya di hadapanmu. Demi Allah, tidak ada orang dari suku Khazraj yang dikenal lebih baik sikapnya kepada orangtuanya daripada aku. Aku takut engkau akan memerintahkan orang selain aku untuk membunuhnya sehingga jiwaku tidak tahan melihat pembunuh ayahku berjalan di tengah masyarakat, lalu aku membunuhnya pula. Ini berarti aku membunuh seorang mukmin karena seorang kafir sehingga aku menjadi penghuni neraka.”

Akan tetapi, Rasulullah ﷺ bersabda,
“Bahkan kita akan bertindak lemah lembut dan berlaku baik kepadanya selama dia masih tinggal bersama kita.”

Justru setelah itu, sempitlah ruang gerak Abdullah bin Ubay. Setiap kali ia mengemukakan pendapat, seketika itu pula kaumnya menentang dan mengencamnya.
Melihat keadaan itu, 

Rasulullah ﷺ bertanya sambil tersenyum kepada Umar bin Khattab,

“Bagaimana pandanganmu sekarang, wahai Umar? Demi Allah, seandainya engkau membunuhnya pada hari kau katakan kepadaku, ‘Bunuhlah dia’ niscaya orang-orang akan ribut. 
Namun, seandainya aku perintahkan kamu untuk membunuhnya sekarang, apakah kamu akan membunuhnya juga?”

Rasulullah ﷺ bertanya demikian karena saat itu lidah bercabang Abdullah bin Ubay sudah habis kekuatannya. Tidak usah dibunuh pun ia sudah sama sekali tidak berdaya.

Umar Bin Khattab pun mengakui pandangan jauh Rasulullah ﷺ,
“Demi Allah, aku telah mengetahui bahwa keputusan Rasulullah ﷺ lebih besar berkahnya daripada pendapatku.”

*Bunda Aisyah Kehilangan Kalung*

Dalam perjalanan pulang ke Madinah setelah melawan Bani Musthaliq inilah, terjadi suatu peristiwa yang mengganggu ketentraman hati Rasulullah ﷺ. Kejadian ini mengenai istri Rasulullah ﷺ yang ikut dalam peperangan kali ini, yaitu Aisyah.

Penuturan Aisyah kejadian ini, setelah selesai peperangan, Rasulullah ﷺ bergegas pulang dan memerintahkan orang-orang agar segera berangkat pada malam hari. Pada saat semua orang sedang berkemas-kemas hendak berangkat aku keluar untuk membuang hajat, kemudian aku kembali hendak bergabung dengan rombongan. 

Pada saat itu kuraba raba kalung di leher ku, ternyata sudah tak ada lagi. Kemudian aku kembali lagi ke tempat aku mau buang hajat tadi, untuk mencari-cari kalung hingga dapat ku temukan kembali.

Pada saat aku sedang mencari-cari kalung, datanglah orang-orang yang bertugas melayani unta tungganganku. 

Mereka sudah siap segala-galanya, mereka menduga aku telah berada di dalam haudaj (rumah kecil yang terpasang di punggung unta), sebagaimana dalam perjalanan.
Oleh sebab itu haudaj mereka angkat, kemudian diikatkan pada punggung unta. Mereka sama sekali tidak menduga bahwa aku tidak berada di dalam haudaj, karena itu mereka segera memegang tali kekang lalu mulai berangkat!

Ketika aku kembali ke tempat perkemahan tidak ku jumpai seorang pun yang masih tinggal. Semua telah berangkat.

Dengan berselimutkan jilbab Aku berbaring di tempat itu. Aku berpikir pada saat mereka mencari-cari aku tentu mereka akan kembali ke tempatku.

Demi Allah pada saat aku sedang berbaring tiba-tiba Shafwan bin Mu’atthal lewat. Agaknya ia bertugas di belakang pasukan. Dari kejauhan, ia melihat bayang-bayangku. Ia mendekat lalu berdiri di depanku. Ia sudah melihat dan mengenalku sebelum kaum wanita dikenakan wajib berhijab. Ketika melihatku, Ia berucap,

“Innalillahi wa innailaihi roojiun! Istri Rasulullah?” 

Aku pun terbangun oleh ucapannya itu. Aku tetap menutup diriku dengan jilbabku.

“Demi Allah, saya tidak mengucapkan satu kalimat pun dan aku tidak mendengar ucapan dari nya kecuali ucapan innalillahi wa innailaihi roojiun itu. Kemudian dia merendahkan untanya lalu aku menaiki unta itu ia berangkat menuntun unta kendaraan yang aku naiki sampai kami tiba di Nahri Adh Dhahirah tempat pasukan turun beristirahat.”

Di sinilah mulai tersiar fitnah tentang diriku. Fitnah ini bersumber dari mulut Abdullah bin Ubay bin Salul.”

*Aisyah Jatuh Sakit*

“Lihat Mengapa istri Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berjalan bersama orang yang bukan muhrimnya?” seru Abdullah bin Ubay. Mungkinkah mereka ternyata saling menyukai?”

Beberapa orang muslim termakan oleh hasutan ini sehingga berita bohong itu tersiar dengan cepat. Kali ini, bukan saja oleh Abdullah bin Ubay, tetapi juga diperkuat oleh orang-orang lain. Aisyah sendiri tidak mengetahui adanya berita bohong itu karena beliau jatuh sakit begitu tiba di Madinah.

Aisyah menuturkan,
“Setibanya di Madinah, kesehatanku terganggu selama sebulan. Saat itu rupanya orang-orang sudah banyak mendesas-desuskan berita bohong itu, sedangkan aku belum mendengar sesuatu mengenainya. Hanya saja, aku tidak melihat kelembutan dari Rasulullah ﷺ yang biasa ku rasakan ketika aku sakit. Beliau hanya masuk lalu mengucapkan salam dan bertanya,

“Bagaimana keadaanmu?”

Setelah agak sehat, aku keluar pada suatu malam bersama ummy Masthah untuk membuang hajat. 

Waktu itu kami belum membuat kakus. Pada saat kami pulang tiba-tiba kaki ummu Masthah terantuk hingga kesakitan dan terlontar ucapan dari mulutnya, 

“Celaka si Masthah!”
Ia pun ku tegur,

“Alangkah buruknya ucapanmu itu mengenai seseorang dari kaum Muhajirin yang turut serta dalam Perang Badar!”

Ummu Masthah bertanya,
“Apakah anda tidak mendengar apa yang dikatakannya?”

Ia kemudian menceritakan kepadaku berita bohong yang tersiar sehingga sakitku bertambah parah….

Malam itu aku menangis hingga pagi. Air mataku terus menetes dan aku tak dapat tidur.

Rasulullah ﷺ meminta pendapat para sahabatnya tentang Aisyah
“Wahai Rasulullah, Para istrimu adalah keluargamu kami tidak mengetahui tentang mereka kecuali kebaikan,” jawab para sahabat.

Rasulullah ﷺ memanggil Bariroh pelayan perempuan bunda Aisyah. Rasulullah ﷺ bertanya,

“Apakah kamu melihat sesuatu yang mencurigakan dari Aisyah?”

Barirah berkata, bahwa ia tidak mengetahui Aisyah kecuali bahwa Aisyah adalah orang yang sangat baik, akhirnya Rasulullah ﷺ berdiri di atas mimbar.

*Bersambung bagian 110*

Selasa, 23 Februari 2021

Kisah Rasulullah Bagian 108

*Kisah Rasulullah*

*Bagian 108*

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Juwairiyah binti Harits*

Sejumlah 1500 pasukan muslim diperintahkan Rasulullah ﷺ untuk bergerak dengan cepat sehingga musuh kesulitan mengetahui di mana pasukan Rasulullah ﷺ berada. 

Kemudian di sebuah tempat yang memang sudah ditetapkan oleh Rasulullah ﷺ saat meninjau musuh, pasukan muslim menyerang dengan kecepatan tinggi secepat kilat. Pertempuran itu terjadi di Medan terbuka. Hujan panah jarak jauh pasukan muslim membuat musuh tercerai-berai, sehingga begitu pasukan utama muslim tiba, dengan mudah mereka membuat kocar-kacir barisan musuh.

Pada akhir pertempuran 200 orang prajurit Bani Musthaliq tertawan. 

Sejumlah harta berupa unta, kuda dan barang-barang lain dapat direbut. Al Haris komandan tertinggi musuh, jatuh tersungkur dihantam panah. 

Putrinya ikut menjadi tawanan.

Para tawanan dan harta dibagi-bagikan kepada pasukan. Putri Al Haris bernama Barrah menjadi bagian seorang muslim yang miskin. Muslim ini menghendaki keluarga Barrah menebusnya dengan harta. Namun Barrah sudah tidak mempunyai apa-apa lagi. 

Karena itu, Barrah menemui Rasulullah ﷺ dan mengadu,

“Saya adalah Putri Al Haris pemimpin Bani Musthaliq. Lelaki yang menawan saya lebih menginginkan harta daripada menjadikan saya istri atau budaknya, bantulah saya untuk memerdekakan diri saya.”

Rasulullah ﷺ Alaihi Wasallam berpikir dalam-dalam. Apabila Barrah dibebaskan dan kembali ke tengah kaumnya, ia sangat mungkin akan membangkitkan kaumnya untuk membalas kekalahan mereka. Rasulullah ﷺ mengetahui dari wajah Barrah yang matanya memancarkan kecerdasan dan keberanian bahwa ia bukan gadis biasa. Dia akan mampu menerjang berbagai rintangan.

“Apa kamu mau jalan keluar yang lebih baik dari itu?” tanya Rasulullah.

“Apa itu?”

“Aku akan membayar uang tebusan mu, lalu akan menikahimu.”

Barras setuju dan ia masuk Islam. Setelah menjadi istri Rasulullah ﷺ, namanya menjadi Juwairiyah. Kini Bani Musthaliq sekutu dekat orang quraisy, menjadi sekutu dekat Rasulullah ﷺ berkat pernikahan ini. 

Mereka merasa terhormat tuan putrinya menjadi istri Rasulullah. 

Setelah itu, banyaklah kaum Bani Musthaliq yang memeluk Islam. 
Subhanallah.

*Hasutan Abdullah bin Ubay*

Setelah memetik kemenangan gemilang itu. Pasukan muslim kembali berbaris pulang ke Madinah. Di Telaga Al Muraisy mereka singgah sebentar untuk beristirahat dan memberi minum ternak. Di tempat itu terjadi pertengkaran antara pelayan Umar bin Khattab bernama Jahjah Bin Said Al Ghifari dengan Sinan bin Webr Al Jasni. Keduanya saling bertengkar hebat sampai Sinan berteriak memanggil kaumnya,

“Wahai kaum Anshar!”

Jahjah pun membalas dengan teriakan,
“Wahai kaum Muhajirin!”

Orang-orang pun berdatangan termasuk Abdullah bin Ubay, 

Dengan berang, Abdullah bin Ubay berkata kepada orang-orang munafik yang mengelilinginya,

“Mereka (Muhajirin) adalah menyaingi dan mengungguli kita di negeri kita sendiri. Demi Allah antara kita dan orang-orang Quraisy ini (Rasulullah ﷺ dan kaum Muhajirin adalah suku Quraisy) tak ubahnya seperti yang dikatakan orang, “Gemukkan anjingmu agar menerkammu!” Demi Allah, jika kita telah sampai di Madinah, orang yang mulia pasti akan mengusir kaum yang hina (Muhajirin)!”

Zaid bin Arqam mendengar kata-kata yang sangat berbahaya ini lalu ia cepat-cepat melaporkan hal itu kepada Rasulullah ﷺ. 

Mendengar itu Umar bin Khattab yang berada di samping Rasulullah berkata,

“Wahai Rasulullah, perintahkan saja Abbad bin Bisyr untuk membunuh Abdullah bin Ubay!”

Rasulullah ﷺ menjawab,
“Bagaimana, wahai Umar jika kelak orang-orang bicara bahwa Muhammad telah membunuh salah seorang sahabatnya? tidak aku tidak akan membunuhnya!”

Seketika itu juga Rasulullah ﷺ mengeluarkan perintah agar kaum muslimin segera berangkat. Walau dengan keheranan karena belum cukup beristirahat pada hari sepanas itu, kaum muslimin segera mengikuti perintah Rasulullah ﷺ.

Hari itu Rasulullah ﷺ dan kaum muslimin berjalan terus melampaui malam sampai keesokan harinya. Ketika Rasulullah memerintahkan pasukannya berhenti untuk beristirahat semua orang jatuh tertidur karena begitu lelah.

Rasulullah ﷺ sengaja mengajak pasukannya berjalan terus sehari semalam agar kelelahan, ini akan membuat semua orang melupakan hasutan Abdullah bin Ubay yang mengatakan bahwa nanti di Madinah orang Anshar akan mengusir kaum Muhajirin.

*Surat Al Munafiqun*

Saat itu turunlah Surat Al Munafiqun,

يَقُولُونَ لَئِنْ رَجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الْأَعَزُّ مِنْهَا الْأَذَلَّ ۚ وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَٰكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ

Mereka berkata: Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya. Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.
Surah Al-Munafiqun  (63:8)

*Bersambung Bagian 109*

Senin, 22 Februari 2021

Kisah Rasulullah Bagian 105

*Kisah Rasulullah* 

*Bagian 105*

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Bani Nadhir pun tercekam rasa takut dan bingung. Tidak ada pilihan lain bagi mereka selain menyiapkan diri untuk pergi. Mereka mulai mengemas barang-barang ke atas unta-unta mereka.

Ketika Abdullah bin Ubay datang. Gembong orang-orang munafik itu berkata,

“Kuatkan hati kalian bertahanlah dan jangan tinggalkan rumah kalian. 

Aku mempunyai dua ribu orang yang siap bergabung di benteng kalian. Mereka siap mati demi membela kalian. 

Jika kalian diusir, kami juga akan pergi bersama kalian dan sekali-kali kami tidak akan patuh kepada seseorang untuk menyusahkan kalian. 

Jika kalian diperangi, pasti kami akan membantu kalian. 

Orang-orang Bani Quraizhah dan sekutu kalian dari Ghatafan tentu juga akan mengeluarkan bantuan kepada kalian.”

Mendengar ini orang-orang Bani Nadhir pun mengurungkan niatnya untuk pergi. Rasa percaya diri mereka bangkit dan mereka pun siap bertempur.

Tindakan Yahudi Bani Nadir adalah pelanggaran perjanjian damai dengan kaum muslimin, dari Alquran disimpulkan bahwa kaum muslimin harus menyatakan perang dengan pihak yang berkhianat pada perjanjian dan kaum muslimin harus membatalkan perjanjian dengan pihak yang terlihat patuh pada perjanjian tetapi terus menerus merongrong dan menimbulkan bahaya.

*Bani Nadhir Terusir*

Huyya bin Akhtab pemimpin Bani Nadhir mengirimkan utusan kepada Rasulullah ﷺ untuk mengatakan,
“Kami tidak akan keluar dari tempat tinggal kami berbuatlah menurut kehendakmu!”

Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya bertakbir dan berangkat ke perkampungan Bani Nadhir bendera pasukan diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib, sedangkan pemerintahan Madinah dipercayakan kepada Ibnu Ummi Maktum.

Duabelas malam lamanya pasukan muslim mengepung dan bertempur. Orang-orang Bani Nadhir bertempur dengan gigih dari rumah ke rumah. Setiap kali sebuah rumah sudah tidak bisa dipertahankan mereka robohkan rumah itu dan mundur ke rumah berikutnya. Namun, bantuan yang dijanjikan Abdullah bin Ubay tidak juga tiba.

Untuk lebih menekan lawan, Rasulullah ﷺ memerintahkan agar para sahabat menebangi dan membakar kebun kebun kurma Bani Nadhir.

Orang-orang Bani Nadhir memprotes keras,

“Muhammad! Tuan melarang orang berbuat kerusakan. Tuan cela orang yang berbuat begitu akan tetapi, mengapa pohon-pohon kurma kami ditebangi dan dibakar?”

Kemudian turunlah firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى untuk menjawab kata-kata Yahudi itu,

مَا قَطَعْتُمْ مِنْ لِينَةٍ أَوْ تَرَكْتُمُوهَا قَائِمَةً عَلَىٰ أُصُولِهَا فَبِإِذْنِ اللَّهِ وَلِيُخْزِيَ الْفَاسِقِينَ

Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.

Surah Al-Hasyr (59:5)

Setelah itu, pertempuran tidak berlangsung lebih lama semangat orang-orang Yahudi pun luruh, berserakan seperti dedaunan kering. Mereka pun membuat pernyataan menyerah.

“Muhammad kami siap pergi dari Madinah.”

Rasulullah ﷺ memberi mereka kesempatan untuk pergi dengan membawa segala harta yang dapat dimuat ke atas seekor unta. 

Sisanya disita kaum muslimin termasuk senjata dan perlengkapan perang sebanyak 50 Baju besi dan 340 bilah pedang, menjadi milik kaum muslimin.

Hanya dua orang Yahudi yang memilih masuk Islam, Yamin bin Ahmad dan Abu Saad bin Wahab. Harta kedua orang ini dikembalikan kepada mereka.

Perang Bani Nadhir ini terjadi pada bulan Rabiul awal tahun 4 Hijriyah Agustus 625 Masehi.

Setelah Terusir Bani Nadhir pindah ke Khaibar. Dari sana mereka meneruskan tindakan memusuhi kaum muslimin dengan gigih. Merekalah yang kemudian menghasut dan mendorong Quraisy mengerahkan pasukan yang sangat besar untuk menyerang Madinah.

*Ketentraman*

Tanah-tanah milik Bani Nadhir bukanlah tanah harta rampasan perang yang bisa dibagikan, melainkan menjadi milik Rasulullah ﷺ. Pembagian tanah itu diserahkan sepenuhnya kepada Rasulullah ﷺ.

Setelah menyisihkan hak kaum fakir dan miskin beliau membagi-bagikan tanah itu untuk kaum Muhajirin yang hidup menumpang dan tidak mempunyai tanah garapan. Dengan demikian kaum Muhajirin kini bisa mandiri tanpa harus lagi menggantungkan bantuan kepada kaum Anshor.

Hanya ada dua orang Anshor yang mendapat pembagian tanah ini, Abu Dujana dan Sahl bin Hunaif. Mereka memang sudah terdaftar sebagai orang-orang miskin.

Sampai sebelum Bani Nadhir terusir, sekretaris Rasulullah ﷺ adalah seorang Yahudi. 

Pengangkatan orang Yahudi ini bertujuan untuk memudahkan penulisan dan pengiriman surat dalam bahasa Ibrani dan Asiria.

Akan tetapi setelah orang-orang Yahudi pergi, Rasulullah ﷺ khawatir apabila jabatan penting itu masih ada di tangan orang di luar Islam. 

Karena itulah beliau memilih Zaid bin Tsabit seorang pemuda cerdas untuk menjadi sekretaris beliau.

Rasulullah ﷺ menugasi Zaid bin Tsabit mempelajari kedua bahasa itu.

(Di kemudian hari, Zaid bin Tsabit inilah yang mengumpulkan Al Quran pada masa Khalifah Abu Bakar dan dia pula yang kembali mengawasi pengumpulan Al-Quran pada masa Khalifah Usman bin Affan.)

*Bersambung bagian 106*

Kisah Rasulullah Bagian 106

*Kisah Rasulullah*

*Bagian 106*
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Suasana Madinah pun menjadi tentram setelah Bani Nadhir dikeluarkan. Hati mereka semua lega dengan suasana yang begitu tenang tentram dan aman. Al Muhajirin kini dapat hidup mandiri berkat tanah-tanah yang dibagikan dan itu membuat orang-orang Anshor turut bergembira.

Namun peristiwa Perang Uhud sudah hampir setahun berlalu, Rasulullah ﷺ teringat ancaman Abu Sufyan yang diucapkan ketika Perang Uhud berakhir, 

“Yang sekarang ini untuk peristiwa Perang Badar. Sampai jumpa tahun depan.”

Kata-kata itu adalah tantangan untuk bertempur lagi di lembah Badar. Rosululloh ﷺ mewaspadai apa yang akan dilakukan orang-orang Quraisy. 

Kekhawatiran beliau ternyata benar-benar terjadi karena tidak lama kemudian, tibalah seorang utusan Quraisy dan membawa sebuah pesan

*Badar Terakhir*

Utusan Quraisy itu bernama Nu’aim bin Mas’ud. Ia tiba di Madinah dan mengabarkan:

“orang-orang Quraisy telah mengerahkan tentaranya dalam jumlah yang begitu besar dan tidak ada taranya dalam sejarah bangsa Arab.
Tentara besar itu kini sudah bergerak ke lembah Badar, mereka siap memerangi kalian sekaligus meluluhlantakkan kalian hingga tidak bersisa. Jika kalian berani pergi ke lembah Badar.”

Mendengar berita itu banyak kaum muslimin menunjukkan keengganannya.

“Lebih baik kita abaikan saja tantangan itu.”

Akan tetapi Rasulullah ﷺ menjadi marah terhadap sikap lemah dan ingin mundur itu. 

Rasulullah ﷺ bahkan bersumpah bahwa beliau akan tetap pergi ke Badar walau seorang diri.

Melihat kemarahan Rasulullah ﷺ itu, lenyaplah rasa ragu dan takut di hati kaum muslimin. Mereka segera pulang ke rumah dan menyiapkan segala sesuatunya. Bekal makanan senjata dan berpamitan kepada keluarga yang ditinggalkan.

Setelah itu 1500 orang prajurit muslim di bawah komando Rasulullah ﷺ langsung berangkat meninggalkan Madinah.

Sebenarnya Abu Sofyan sendiri enggan berperang pada tahun ini, musim kering tengah mengganas. Harapan Abu Sufyan sebenarnya agar perang diadakan pada waktu lain saja. 

Namun ia terlanjur melepaskan kata-kata tantangan pada Perang Uhud akhir itu.

Karena itu ia tidak mungkin tidak berangkat memenuhi tantangannya sendiri. Hal itu akan membuat cemar Quraisy di mata orang-orang Arab. Akhirnya Abu Sufyan memutuskan untuk mengirim Nu’aim masuk ke Madinah. 

Nu’aim disuruhnya mengeluarkan kata-kata untuk menggertak kaum muslimin dan melemahkan semangat mereka.

Walaupun demikian Abu Sufyan tetap memimpin pasukan sebesar 2000 orang. Mereka keluar dari Mekkah tidak dengan semangat sebesar dulu ketika menyongsong Perang Uhud. Apalagi mereka juga mendengar bahwa kaum muslimin telah menanti mereka di lembah badar dengan semangat tinggi.

Syaja’ah adalah keberanian. Orang yang disebut berani adalah orang yang tidak gentar menghadapi bahaya dan menghindarkan bahaya yang lebih besar. Ia maju menghadapi kesulitan karena yakin bahwa dibalik kesulitan itu akan lahir sebuah kebahagiaan.

*Kemenangan*

Pasukan Quraisy sudah berjalan selama 2 hari dan tiba di Zahran dan bermalam di Majannah, sebuah pangkalan air di daerah itu. Namun hati Abu Sufyan semakin berat. Ia memikirkan lagi akibat perperangan dengan kaum muslimin. 

Ketakutan membayangi hatinya. Puncaknya Abu Sufyan berusaha mencari alasan untuk pulang.

Abu Sufyan berkata kepada teman-temannya, 

“Saudara-saudara Quraisy, sebenarnya yang cocok buat kita hanyalah dalam musim subur, sedang sekarang kita dalam musim kering. 

Saya sendiri mau kembali pulang, maka dari itu pulang sajalah kamu sekalian.”

Tidak ada yang menentang pendapat itu karena semua prajurit Mekah juga dilanda ketakutan yang sama. 

Akhirnya pasukan Quraisy pun kembali pulang. Sementara itu Rasulullah ﷺ dan kaum muslimin terus-menerus menantikan mereka selama 8 hari.

Kesempatan itu digunakan kaum muslimin untuk berdagang. Perdagangan itu menghasilkan keuntungan yang banyak. 

Kaum muslimin pun kembali ke Madinah dengan gembira, karena Allah telah memberikan keberuntungan yang demikian besar.

“Berita mengejutkan, saudara-saudara!” seru seorang Arab pedalaman kepada orang-orang di sukunya.

“Orang-orang Quraisy mengundurkan diri sebelum bertempur, sementara Muhammad dan para sahabatnya menunggu mereka di Badar selama berhari-hari!”

Temannya berdiri dan meludah ke tanah,

“Pengecut! Padahal mereka telah memukul Muhammad di Uhud! 

Jika terus begini, kesudahan orang-orang Mekkah sudah dapat diramalkan dari sekarang!”

Dengan demikian, Perang Badar terakhir itu benar-benar telah menghapus kemenangan Quraisy pada perang Uhud. Tindakan pengecut Quraisy yang menarik diri sebelum tiba di tempat pertempuran telah membuat nama mereka tercemar melebihi ketika mereka kalah pada Perang Badar pertama.

Sementara itu walaupun pasukannya mendapatkan kemenangan. Rasulullah ﷺ tetap waspada.
Terbukti, tidak lama setelah itu terdengar berita bahwa pasukan Bani Ghafatan dari Najd tengah berkumpul untuk menyerang Madinah dalam jumlah yang sangat besar.

*Bersambung bagian 107*

Kisah Rasulullah Bagian 107

*Kisah Rasulullah*

*Bagian 107*

عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Perang Sobekan Kain*

Rasulullah ﷺ menyerahkan kepemimpinan Madinah kepada Abu Dzar Al-Ghifari, kemudian Beliau berangkat bersama pasukannya secara diam-diam. 

Tujuannya menyergap musuh sebelum mereka sempat mempersiapkan diri.

Abu Musa Al-Asy’ari menceritakan perang itu.”Waktu itu, setiap 6 orang dari kami bergantian menaiki seekor unta. Kemudian telapak kaki pecah-pecah. Telapak kaki saya sendiri pecah dan kuku-kukunya copot. 

Waktu itu, kami membalut kaki-kaki kami dengan sobekan kain, karena itu aku menyebut peperangan ini dengan Dzatur Riqo atau sobekan kain.

Sejumlah 400 orang sahabat dipimpin Rasulullah ﷺ berhasil melakukan serangan mendadak terhadap kumpulan pasukan Bani Ghatafan di Nakhl. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan rasa takut di hati pasukan musuh yang jumlahnya jauh lebih besar itu sehingga mereka lari pontang-panting tanpa bertempur sama sekali. 

Harta dan kaum wanita ditinggalkan begitu saja untuk ditawan pasukan muslim.

Setelah kemenangan gemilang itu Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya bersiap diri menghadapi serangan balik musuh. 

Dalam keadaan seperti itu Rasulullah ﷺ memimpin sahabatnya melakukan shalat khauf (shalat dalam keadaan takut).

Satu kelompok berbaris bersama Rasulullah ﷺ, sedangkan kelompok yang lain menghadap musuh. Kelompok pertama kemudian sholat bersama Rasulullah ﷺ lalu Beliau berdiri tegak ketika kelompok pertama menyempurnakan shalatnya. Setelah itu kelompok pertama tadi mundur dan berbaris menghadapi musuh sedangkan kelompok kedua maju dan Rasulullah ﷺ mengimami mereka meneruskan sholatnya yang belum selesai. 

Kemudian Rasulullah ﷺ duduk sementara mereka menyempurnakan shalat, kemudian mereka mengikuti Rasulullah ﷺ.

Dalam pertempuran ini, dua orang sahabat, satu dari Muhajirin dan satu dari Anshar mendapat giliran jaga malam, sedangkan saudara-saudara mereka yang lain beristirahat. 

Sahabat Muhajirin melakukan salat malam dan terkena panah musuh, tetapi dicabutnya panah itu dengan tenang dan meneruskan sholatnya. Demikian sampai tiga kali. Ketika sahabat Anshar itu mengetahuinya dia bertanya,

“Mengapa kamu tidak memberi tahu aku?”

“Engkau sedang membaca satu surat dan aku tidak ingin memutuskannya,” jawab sahabat Muhajirin.

Sifat pengecut tidak akan kita temukan dalam kisah Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya.

Jika menjadi pengecut, ilmu kita akan padam. 

Orang lain bahkan diri sendiri tidak akan mendapat manfaatnya. 

Orang pengecut pekerjaannya akan sia-sia. Duduknya di bawah tidak berani di atas dia hanya menjadi pengikut tidak berani diikuti.

*Bani Musthaliq*

Setelah kemenangan pada Perang Badar kedua Rasulullah ﷺ memerintahkan para penyair muslim untuk menyebarkan syiar Islam tentang kemenangan dan kegagalan pasukan Quraisy. Tidak hanya sampai di situ para penyair itu juga mencela Abu Sufyan dan pasukannya.

Hal itu tidak dibiarkan oleh sekutu Quraisy yang paling kuat yaitu Bani Musthaliq. Bani musthaliq adalah penguasa perdagangan. 

Mereka mempunyai banyak harta dan budak-budak kulit hitam, selain itu mereka membiarkan orang-orang Quraisy menjadi pemimpin mereka karena orang-orang Quraisy-lah yang tinggal di dekat Kabah tempat patung-patung Tuhan mereka diletakkan.

Bani musthaliq mengutus para penyairnya menemui Abu Sufyan untuk menghibur pemimpin Quraisy itu. 

Para penyair melantunkan kata-kata cacian bagi Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya. 

Al Haris pemimpin Bani Musthaliq juga mengajak suku-suku di sekitar Bani Musthaliq untuk berkumpul menyusun pasukan. Semua suku yang mendukungnya adalah mereka yang bertempat tinggal di tepi laut merah.

Selanjutnya Bani Musthaliq maju sebagai komandan perang Pasukan gabungan itu. 

Bendera kini diserahkan orang Quraisy kepada Al Haris. Dari kemampuan tempur Al Haris memang lebih pantas menjadi Panglima dibandingkan Abu Sufyan. Di bawah kepemimpinannya semua persiapan pasukan di lakukan dengan sungguh-sungguh.

Rasulullah ﷺ mengetahui bahwa pasukan ini akan menyerang Madinah, maka Rasulullah ﷺ pergi meninjau wilayah musuh untuk mengetahui tempat terbaik bagi kaum muslimin apabila harus bertempur.

Setelah mengadakan musyawarah dengan para sahabatnya, Rasulullah ﷺ memutuskan untuk menyambut pasukan musuh.

Yang menakjubkan adalah cara Rasulullah ﷺ menjinakkan hati Abdullah bin Ubay yang sebenarnya sangat membenci kaum muslimin. Abdullah bin Ubay ditugasi pemimpin pasukan Anshor dari suku Khazraj.

Rasulullah ﷺ kemudian mengundi di antara istri-istrinya, Siapakah di antara mereka yang akan diajak mengikuti pertempuran. Ternyata nama Aisyah yang keluar. Maka Aisyah bisa dinaikkan ke unta yang khusus disediakan untuk beliau.

Penyair berperan penting dalam Perang urat syaraf. Rasulullah ﷺ pernah berkata kepada Hasan bin Tsabit seorang penyair.

“Wahai Hasan, engkau berjuang melawan orang kafir dan Jibril selalu bersamamu. Ketika sahabatku bertempur menggunakan senjata, engkau bertempur dengan kata-katamu.”

*Bersambung bagian 108*

Jumat, 19 Februari 2021

Kisah Rasulullah Bagian 104

*Kisah Rasulullah*

*Bagian 104*


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Membayar Diyat*

Alangkah berdukanya Rasulullah ﷺ. Pilu yang amat sangat terasa oleh Beliau akibat pembantaian itu. 

Alangkah susah payahnya beliau menahan duka cita. 

Dengan lirih Beliau berkata ini adalah tanggung jawab Abu Bara, sudah sejak semula aku berat hati dan khawatir sekali.

Abu Bara juga sangat terkejut. Terpukul sekali dengan penghianatan yang dilakukan Amir bin Ath Thufail. Abu Bara merasa amat terhina, tidak disangkanya Amir bin Ath Thufile melanggar perlindungan yang diberikan kepada kaum muslimin. 

Tindakan itu sama dengan mencoreng arang di dahi Abu Bara, Anak Abu bara sangat memahami perasaan ayahnya. Pemuda bernama Rabi’a itu bangkit.

“Aku akan menghukum Amir bin Ath thufail dengan kedua tanganku sendiri.”

Setelah berkata begitu Rabi’a pun pergi sambil memanggul tombak. 

Sampai di tempat Amir bin Ath Thufail, Rabi’a menghampiri orang itu. 

Dengan mata menyala. Tanpa sempat dicegah siapa pun, Rabi’a menghantamkan tombaknya. Dan Amir bin AthThufail pun rubuh.

Begitu dalamnya duka cita Rasulullah ﷺ atas kematian para sahabatnya sampai selama 30 Hari penuh beliau harus mendoakan mereka. Dalam doa yang dibacakan setiap selesai sholat subuh itu, beliau juga berdoa, semoga Allah mengadakan pembalasan terhadap mereka yang telah membunuh para sahabatnya.

Namun di tengah duka yang begitu dalam Rasulullah ﷺ tidak lupa untuk berbuat adil. 

Begitu mendengar bahwa ada dua orang sahabat kaum muslimin yang terbunuh dengan tangan Amir bin Umayyah, Rasulullah ﷺ segera berkata

“Engkau telah membunuh dua orang berarti aku harus membayar diyat (uang tebusan) kepada keluarga mereka.”

Peristiwa Bi’ir Maunah ini menimbulkan keberanian di hati musuh-musuh kaum muslimin di Madinah. Gugurnya para sahabat Rasulullah ini membuat orang-orang Yahudi bani Nadhir semakin berani. Padahal setelah Bani Qainuqa terusir. Bani Nadhir lebih memilih diam karena dicekam ketakutan. 

Namun setelah perang Uhud dan terakhir di tragedi di Bi’ir Maunah mereka mulai bertindak lebih berani.

Mereka menunggu kesempatan untuk membunuh Rasulullah ﷺ sendiri.

Tanpa mereka duga kesempatan itu segera datang.

*Pengkhianatan Yahudi*

Sesuai dengan perjanjian antara kaum muslimin dan orang Yahudi. Bani Nadhir diharuskan ikut membayar diyat yang harus dibayarkan kaum muslimin kepada keluarga orang yang terbunuh dari bani Amir.

Karena itulah Rasulullah ﷺ datang ke tempat Bani Nadhir di Quba. 

Beliau disertai 10 sahabat terkemuka di antaranya Abu Bakar, Umar Bin Khattab, dan Ali Bin Abi Thalib. Setelah sholat berjamaah di Masjid Quba, Rasulullah ﷺ dan rombongannya memasuki perkampungan Bani Nadhir.

Setelah mengetahui maksud kedatangan beliau orang-orang Bani Nadhir menunjukkan wajah yang manis,

“Kami akan membantumu Muhammad, sekarang duduklah di sini biar kami menyiapkan dulu keperluanmu.”

Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya duduk di tepi rumah beratap tinggi milik salah seorang Yahudi.

Sementara itu orang-orang Bani Nadhir tidak menyiapkan uang untuk membantu membayar diyat, melainkan malah berkasak-kusuk perihal rencana jahat mereka.

“Tidak ada lagi kesempatan sebagus ini untuk membunuh Muhammad,” ucapan salah seorang pemuka Yahudi.

“Engkau benar,” ujar seorang Yahudi lain dengan mata berkilat.

“Pada waktu lain, sangat susah membunuh Muhammad karena ia selalu berada di tengah-tengah sahabatnya. Kini justru Muhammad datang di tengah kita. Jika kita biarkan kesempatan ini akan berlalu begitu saja.”

Akhirnya orang-orang Yahudi itu sepakat untuk membunuh Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam.

“Namun bagaimana cara kita membunuh dia?” tanya seorang kebingungan.

Semua terdiam sejenak, lalu seseorang yang berwajah licik berjalan mengambil batu penggilingan yang besar dan berat sambil berkata,

“Siapakah di antara kalian yang mau mengambil batu penggilingan ini Lalu naik ke atap rumah dan menjatuhkannya ke kepala Muhammad sampai remuk?”

Majulah seseorang yang paling jahat di antara mereka Amir bin Jahsy. 

“Aku!”

“Jangan lakukan itu!” cegah Sallam bin Miskam. Rupanya ia salah satu orang yang berpikiran jernih di tempat itu.

“Demi Allah, Allah pasti memberi tahu Muhammad tentang rencana kita. 

Sesungguhnya, perbuatan itu merupakan pelanggaran terhadap perjanjian antara kita dan dia!”

Namun yang lain tidak peduli, mereka tetap menjalankan rencana jahat itu.

*Rasulullah Selamat*

Jibril pun turun memberitahu Rasulullah ﷺ tentang rencana jahat itu. Seketika itu juga beliau bangkit dan pergi dengan cepat seolah-olah ada sesuatu keperluan. Para sahabat yang menyertai beliau sama sekali tidak diberi tahu apa-apa. Karena itu mereka menunggu Rasulullah ﷺ kembali.

Kini giliran orang-orang Yahudi yang kebingungan. Mendadak saja rencana mereka gagal karena itu mereka bermanis-manis wajah kepada para sahabat yang menunggu untuk menghilangkan kesan buruk.

Setelah cukup lama menunggu Rasulullah tidak kembali, para sahabat Rasulullah memutuskan untuk pulang mencari beliau. 

Mereka menemukan Rasulullah ﷺ telah berada di masjid Madinah.

“Ya Rasulullah, tiba-tiba saja Tuan pergi sedangkan kami tak menyadari,” kata para sahabat.

Rasulullah ﷺ tahu rencana jahat Yahudi Bani Nadhir terhadap dirinya. Beliau pun memanggil Muhammad bin Maslamah untuk menyampaikan pesan beliau kepada Bani Nadhir.

Muhammad bin Maslamah berkata di hadapan orang-orang Yahudi,
“Tinggalkan Madinah dan jangan hidup bertetangga dengan ku. 

Kuberi waktu 10 hari. Siapa saja yang masih ku temui setelah itu akan ku penggal lehernya.”

*Bersambung bagian 105*

Kamis, 18 Februari 2021

Kisah Rasulullah Bagian 103

*Kisah Rasulullah*

*Bagian 103*

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Khubaib bin Adiy*

Khubaib bin Adiy sedang berada di dalam penjara. 

Orang-orang Mekah menyeretnya keluar untuk disalib di hadapan umum.

Sebelum naik kayu salib, Khubaib bertanya,

“Dapatkah kamu membiarkan aku sekedar melakukan shalat dua rakaat?”

Permintaan itu dikabulkan. Khubaib melakukan sholat dua rokaat dengan baik dan sempurna. Setelah sholat ia membalikkan badannya, menghadapi semua orang. Lalu berkata,

“Kalau bukan karena kamu akan menyangka aku sengaja memperlambat karena takut dibunuh, niscaya aku masih akan shalat lebih banyak lagi.”

Setelah itu, orang-orang Quraisy menaikkan ke atas tunggak kayu.

Dengan mata sayu, Khubaib memandangi orang-orang yang menontonnya sambil berseru,

“Ya Allah hitungkan jumlah mereka itu, binasakan mereka dalam keadaan tercerai berai, jangan biarkan hidup seorang pun!”

Mendengar suara yang keras itu, para penonton gemetar. Sebagian dari mereka bahkan merebahkan diri seolah-olah takut terkena kutukan. Sesudah itu, Khubaib dibunuh.

Seperti halnya Zaid, Khubaib pun gugur sebagai syahid yang memegang teguh amanat Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى. Dua roh suci ini melayang memasuki surga yang dijanjikan.

Seandainya mau, terus saja mereka dapat menyelamatkan diri mereka. Keduanya tinggal berkata bahwa mereka akan kembali ke agama nenek moyang, dan orang-orang Quraisy bersenang hati menerima para prajurit segagah mereka.

Namun keyakinan keduanya kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dan hari kemudian sudah sedemikian tinggi. 

Keimanan mereka sudah sekokoh karang dan tidak bisa lagi dikikis oleh siksaan atau tawaran harta duniawi.

Mereka melihat maut bukan sebagai akhir segalanya, namun justru sebagai cita-cita hidup di dunia ini. Lagi pula mereka yakin bahwa darah mereka yang tumpah akan memanggil-manggil saudara-saudara muslim mereka supaya memasuki Kota Mekah sebagai pemenang.

Saudara-saudara muslim mereka akan menghancurkan pertahanan dan perbuatan syirik. 

Kesucian sebagai rumah Allah akan dipulihkan. 

Tidak ada lagi nama berhala yang disebut kecuali nama-nama Allah yang Mahasuci.

*Rasulullah Berduka*

Rasa duka menyelimuti Madinah, awan tampak bergumpal-gumpal. 

Mendung di hati Rasulullah ﷺ dan kaum muslimin membuahkan air mata duka yang membasahi pipi. Penyair Rasulullah, Hasan bin Tsabit membacakan syair-syair duka untuk mengenang kepergian enam orang syuhada itu.

Beban di benak Rasulullah terus bertambah berat. Beliau khawatir kejadian seperti itu akan terulang lagi. 

Orang-orang Arab yang masih membenci kaum muslimin akan terdorong melakukan hal serupa di kemudian hari.

Tiba-tiba datanglah Abu Bara Amir bin Malik seorang pemuka masyarakat di daerah Najd. Rasulullah ﷺ pun menawarkan kepadanya, agar ia mau memeluk agama yang mulia ini. 

Namun Abu Bara menolak.

Meskipun demikian Abu Bara tidak menunjukkan sikap yang memusuhi Islam. Ia bahkan berkata,

“Muhammad saya mempersilahkan engkau mengutus sahabat-sahabatmu ke Najd dan mengajak mereka itu mau menerima ajaranmu.

Saya berharap banyak orang yang akan memeluk Islam.”

Ini adalah sebuah peluang besar, namun Rasulullah ﷺ masih khawatir. Beliau takut akan terjadi penghianatan lagi terhadap para sahabatnya. Dia tidak bisa segera menjawab permintaan Abu bara. 

Melihat keraguan di wajah Rasulullah ﷺ. Abu Bara pun mengerti.

“Saya menjamin mereka!” tegas Abu Bara.

“Kirimkanlah utusan ke sana untuk mengajak mereka menerima ajaranMu”

Rasulullah ﷺ melihat kejujuran di mata Abu Bara, beliau juga tahu bahwa Abu Bara adalah orang yang dapat dipercaya. Dia adalah orang yang ditaati masyarakatnya. Setiap kata-katanya akan dituruti orang-orang Najd. Siapa pun yang sudah pernah diberikan perlindungan oleh Abu Bara, tidak pernah diganggu oleh orang lain.

Berdasarkan pertimbangan ini dan peluang besar berkembangnya Islam di Jazirah Arabia. 

Rasulullah ﷺ memanggil Al Mundir bin Amr dari bani Sa’idah. 

Beliau menugasi Al Mundir memimpin 70 orang muslim pilihan untuk menyebarkan ajaran Islam di Najd.

Rombongan dai itu pun berangkat dengan penuh harap akan datangnya kebaikan. Apakah benar mereka akan diterima dengan baik atau sebaliknya, malah dikhianati.

*Tragedi Bi’ir Maunah*

Ketika tiba di Najd, tepatnya di Bi’ir Ma’unah, ke 70 muslim itu berhenti. Daerah itu terletak di antara wilayah Bani Amir dan Bani Sulaim. Al Mundir mengutus Haram bin Milhan menemui Amir bin Ath Thufail, pemimpin bani Sulaim. 

Haram ditugasi menyampaikan surat Rasulullah ﷺ kepada pemimpin-pemimpin Najd, Namun Amir bin Ath Thufail sama sekali tidak membaca surat Rasulullah ﷺ itu. Ia bahkan memerintahkan agar Haram bin Milhan dibunuh.

Setelah itu Amir meminta bantuan Bani Amir untuk membunuh kaum muslimin yang lain. Bani Amir menolak karena mereka adalah suku Abu Bara. Mereka tidak ingin melanggar perlindungan yang diberikan pemimpin mereka sendiri.

Amir bin Ath Thufail cepat berpaling ke suku-suku Najd yang lain. Beberapa suku menyatakan dukungan atas penghianatan Amir. 

Dengan cepat mereka berkumpul dan berangkat mengepung sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ di Bi’ir Mau’nah.

Mulai curiga karena Haram bin Milham tidak kunjung kembali, kaum muslimin di Bi’ir Mau’nah mulai meningkatkan kewaspadaan. Namun segala tindakan untuk menarik diri dari tempat itu sudah terlambat, karena dari segala penjuru para prajurit Najd muncul mengepung.

Segera saja kaum muslimin mencabut pedang dan siap bertarung. Pertempuran tidak seimbang segera pecah. Para Dai itu bertempur mati-matian tanpa sedikit pun niat untuk menyerah. Al Mundir yang saat itu tengah menengok ternak yang menjadi perbekalan mereka, berlari dan terjun ke pertempuran. Hampir seluruh sahabat Rasulullah ﷺ di Bi’ir Mau’nah gugur kecuali dua orang.

Kaab bin Said disangka telah mati, namun begitu pasukan Najd pulang, Ka’ab bangun dan pulang ke Madinah dengan tubuh di penuhi luka.

Satu orang lagi bernama Amir bin Umayyah.

Di tengah perjalanan pulang ke Madinah Amir bin Umayyah bertemu dua orang yang mencurigakan. Dikiranya kedua orang itu termasuk pasukan yang menyergap dan membunuh para sahabatnya. Pada tengah malam Amir menyerang dan berhasil membunuh kedua orang itu.

Sampai di Madinah Amir mengakui semuanya, termasuk dua orang yang ia bunuh. Namun kedua orang itu ternyata bukanlah musuh. Mereka justru termasuk suku bani Amir yang telah terikat perjanjian jiwar atau bertetangga baik dengan kaum muslimin.

*Bersambung bagian 104*

Rabu, 17 Februari 2021

Kisah Rasulullah Bagian 102

*Kisah Rasulullah*

*Bagian 102*

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Peristiwa Ar Raji*

Rasulullah ﷺ selalu siap mengirim para sahabatnya untuk mengajarkan Islam kepada setiap suku yang memerlukan. Karena itu dengan prasangka baik Rasulullah memenuhi permintaan Bani Hudzail.

Saat itu utusan Hudzail berkata,

“Muhammad di kalangan kami ada beberapa orang Islam, kirimkanlah beberapa orang sahabat Tuan bersama kami yang kelak akan dapat mengajarkan hukum Islam dan Alquran kepada kami.

Enam orang sahabat besar diutus dan pergi bersama rombongan penjemput dari Hudzail.

Penghianatan terjadi ketika mereka sampai di pangkalan air Ar Raji milik Bani Hudzail, Enam orang sahabat itu dikepung. Begitu sadar bahwa mereka masuk dalam perangkap, keenam dai itu mencabut pedang. Hanya senjata itu yang mereka bawa namun di wajah mereka tidak terlihat terasa gentar sedikit pun.

Orang-orang Hudzail berkata,

“Demi Tuhan, kami tidak ingin membunuh kalian. 

Kalian akan kami jual kepada penduduk Mekah sebagai tawanan. Kami berjanji Atas nama Tuhan kami bahwa kami tidak bermaksud membunuh kalian, karena itu menyerahlah.”

Keenam sahabat itu saling berpandangan mereka menyadari bahwa apabila mereka dibawa ke Mekah sebagai tawanan, mereka pasti akan disiksa habis-habisan dan dibunuh. Itu berarti penghianatan besar yang lebih berat daripada pembunuhan biasa.

Setelah saling sepakat dalam hati, salah seorang sahabat menjawab,

“Kami tidak akan menyerah, lakukan apa yang kalian mau kami sudah siap bertarung membela kehormatan agama dan nabi kami.”

Maka orang-orang Hudzail yang jauh lebih banyak jumlahnya itu pun menyerang. Keenam sahabat itu bertarung dengan gigih, pedang mereka ayunkan dengan tangkas untuk menebas hujan panah atau menangkis tusukan tombak. Pertarungan tidak seimbang itu pun berakhir, tiga orang syahid dan tiga orang lagi berhasil ditangkap hidup-hidup.

Mereka yang ditangkap itu adalah Abdullah bin Thariq, Zaid bin Adatsinah, dan Khubaib bin Adiy. Kemudian mereka segera dibelenggu dengan kuat dan dibawa ke Mekah.

Namun di tengah jalan Abdullah bin Thariq berhasil melepaskan diri dari pengikat.

“Harus ada yang memberitahu Rasulullah ﷺ tentang penghianatan ini!” demikian pikir Abdullah.

“Aku harus berusaha meloloskan diri sekarang, namun jika gagal aku sudah siap menyusul ketiga temanku yang lain ke akhirat.”

Zaid bin Adatsinah
Abdullah bin Thariq menyerang seorang pengawal dan berhasil merebut pedangnya. 

Dengan pedang itu ia berusaha merebut seekor kuda, namun orang-orang Hudhail segera pulih dari rasa terkejutnya. Mereka mengambil batu dan melempari Abdullah dari belakang. Batu-batu sebesar kepalan tangan menghantam tubuh dan kepala sahabat mulia itu. 

Abdullah jatuh bersimbah darah dan gugur dalam keadaan yang sangat diimpikan setiap muslim. Syahid membela agama.

Kedua tawanan yang lain terus dibawa ke Mekah dan dijual. Zaid bin Adatsinah dijual kepada Shafwan bin Umayyah.

“Aku akan membunuhnya sebagai balasan terbunuhnya ayahku di tangan mereka,” geram Safwan dengan mata menyala-nyala.

Ayah Shafwan, Umayyah bin Khalaf dibunuh Bilal bin Rabah dalam Perang Badar.

“Nastas,” panggil Shafwan keras-keras.
Seorang Budak berbadan tegap datang.

“Siksa dan bunuh orang ini,” perintah Shafwan kepada Nastas.

“Bawa dia ke tempat di mana semua orang bisa melihatnya!” ujar Shafwan.

Zaid pun diseret-seret melalui jalan-jalan di Mekah. Sebagian orang menyoraki dan mencemoohnya. 

Sebagian lain menaruh kagum, dalam hati melihat ketabahan Zaid. 

Tak terlihat sedikit pun rasa takut di wajah Zaid.

Di tengah siksaan itu, Zaid tetap tampak berwibawa dan teguh seperti Bukit Cadas.

Di tempat Zaid akan dibunuh, Abu Sufyan datang mendekat.

“Zaid, orang segagah engkau tidak pantas mati begini,” ujar Abu Sufyan.

“Bersediakah engkau memberikan tempatmu itu pada Muhammad? dia-lah yang harus dipenggal lehernya, sedang kau dapat kembali kepada keluargamu!”

Zaid menatap Abu Sufyan seakan heran dengan pertanyaan itu.

“Tidak,” jawab Zaid.

“Seandainya Rasulullah ﷺ di tempatnya sekarang ini akan menderita karena tertusuk duri sekali pun, sedang aku ada di tempat keluargaku, aku tidak akan rela!”

Abu Sufyan terpana sambil menggeleng kagum. Ia berkata,

“Belum pernah aku melihat seorang begitu mencintai sahabatnya sedemikian rupa seperti sahabat-sahabat Muhammad mencintai Muhammad.”

Zaid pun dipenggal. Ia gugur sebagai syahid yang memegang teguh amanat Rasulullah.

Diriwayatkan oleh Tabrani dari Ibnu Abbas Rasulullah ﷺ bersabda sekuat-kuat ikatan iman adalah persaudaraan karena Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, cinta karena Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dan membenci karena Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى.

*Bersambung bagian 103*

Selasa, 16 Februari 2021

Kisah Rasulullah Bagian 101

*Kisah Rasulullah*

*Bagian 101*

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

Rasulullah ﷺ menyadari bahaya dari keadaan ini. 

Yahudi Bani Nadhir berhasil memanfaatkan kekecewaan orang muslim pada perang Uhud dan mereka meraih banyak sekali keuntungan. Hampir setiap malam, rumah-rumah judi itu dipenuhi orang. Keadaan ini tidak saja akan membuat muslimin kehilangan banyak uang. 

Tetapi juga akan membuat hancur misi mereka untuk menjadi umat yang terbaik. Bisnis jelek orang Yahudi ini tidak saja akan membuat orang miskin, tetapi juga menghancurkan jiwa manusia.

Maka Rasulullah ﷺ pun menyerukan bahwa judi dan khamer dilarang. 

Orang-orang Bani Nadhir segera mengajukan protes,

“Muhammad, kebijakanmu akan membuat kami bangkrut. 

Kalau memang demikian, Ijinkanlah kami berdagang dengan orang Quraisy agar produksi khamer dan peternakan babi kami tidak gulung tikar!”

Akan tetapi Rasulullah ﷺ tidak menghiraukan protes itu. Beliau tidak peduli dengan hancurnya pabrik-pabrik khamer dan peternakan babi. Semua itu tidak ada artinya dibandingkan hancurnya jiwa para sahabatnya akibat judi dan mabuk-mabukan.

Yahudi Bani Nadhir mengancam akan memutuskan perjanjian dan akan menjual senjata kepada orang-orang Quraisy,

Rasulullah ﷺ tetap pada pendiriannya. Kaum muslimin sejak itu diharamkan berjudi dan mabuk-mabukan. 

Apalagi masih sangat banyak masalah yang harus dihadapi.

Lebih dari 70 keluarga Syuhada Uhud masih menangisi kepergian anggota keluarganya.

Khamer adalah minuman yang diharamkan. Yang termasuk Khamer adalah minuman keras, minuman yang memabukkan, minuman yang membahayakan yang dibuat dari semacam buah-buahan dan lain-lain.

*Ummu Salamah*

Untuk menghibur hati para sahabat dan keluarganya yang ditinggalkan para syuhada, Rasulullah ﷺ selalu menegaskan bahwa mereka memiliki masa depan gemilang. 

Mereka harus yakin bahwa kebenaran yang mereka perjuangkan akan menang. Kaum muslimin harus kembali giat bekerja. Benih-benih di ladang sudah menunggu untuk ditanam dan kemudian dituai.

Kaum muslimin yang masih hidup semestinya menjadi pelipur lara. Anak-anak juga ada yang kehilangan ayah mereka. Maka dari itu Rasulullah ﷺ sangat menganjurkan, agar para sahabatnya senantiasa menolong orang lain karena sesungguhnya orang yang bisa menolong nasib para janda dan orang-orang miskin laksana orang yang berjuang di jalan Allah atau seperti orang yang mengerjakan shalat pada malam hari dan shaum pada siang hari.

Rasulullah ﷺ berhasil menemukan para sahabat yang bersedia menikahi para janda syuhada, tetapi ada juga janda yang dengan tegas menyatakan bahwa ia tidak ingin menikah lagi. 

Janda itu adalah Hindun bin Umayyah istri almarhum Abu Salamah. 

Usianya baru 30 tahun, cerdas, anggun, dan bijaksana. Rasulullah ﷺ sudah berusaha agar Ummu Salamah, demikian ia dipanggil, mau menerima lamaran para sahabat terkemuka, baik dari Anshar maupun Muhajirin, bahkan Umar Bin Khattab dan Abu Bakar As Siddiq pun mengajukan lamaran. 

Namun semua itu ditolak oleh Ummu Salamah.

Siapakah orang yang lebih baik dari Abu Salamah, demikian selalu yang ia katakan. 

Rasulullah ﷺ tahu bahwa sebetulnya Ummu Salamah dan anaknya sangat memerlukan perlindungan seorang laki-laki, hanya saja Ummu Salamah sulit melepaskan diri dari bayang-bayang Abu Salamah yang sangat dia cintai.

Karena tidak ada jalan lain Rasulullah ﷺ pun mengajukan diri untuk menjadi suami Ummu Salamah. Awalnya Ummu Salamah menolak, alasannya dirinya sudah tua dan pencemburu, namun Rasulullah ﷺ mengatakan bahwa beliau bahkan sudah berusia dua kali lipat dari Ummu Salamah. 

Rasulullah ﷺ juga mendoakan agar Allah menghilangkan sifat pencemburu dari hati Ummu Salamah.

Akhirnya Ummu Salamah pun bersedia menjadi istri Rasulullah ﷺ. Menjadi Ibu bagi seluruh kaum Mu’minin.

Demikianlah dengan terjun memberi contoh akhirnya Rasulullah ﷺ membuat banyak janda miskin dan anak yatim tertolong dan terlindungi masa depannya.

*Ustman bin Affan Membeli Sumur*

Di Mekah orang-orang Quraisy menggembar-gemborkan kemenangan mereka dalam Perang Uhud. 

Mereka menyuruh para penyair mengumandangkan kemenangan itu, sekaligus mengejek Rasulullah ﷺ dan kaum muslimin.

Suasana kegembiraan mewarnai hampir seluruh rumah di Mekah, penyanyi dan penari terdengar di setiap halaman. Khamer dituangkan, hewan-hewan disembelih, dan orang-orang Arab dari berbagai penjuru diundang untuk merasakan kegembiraan itu.

Uang yang sangat besar diberikan kepada penyair-penyair suku lain yang bersenandung mengejek Rasulullah ﷺ. 

Para penyair itu juga membakar semangat orang untuk mengerahkan seluruh kekuatan untuk menghadapi kaum muslimin setahun yang akan datang.

Semua ini bergema di seluruh pelosok Jazirah. 

Beberapa suku yang tadinya takut kepada kaum muslimin kini mulai berani mengangkat wajah. Getaran semangat ini juga dirasakan kaum Yahudi di Madinah. Oleh sebab itu timbullah keberanian mereka untuk meremehkan Rasulullah ﷺ, terutama di kalangan Yahudi Bani Nadhir.

Sejak Rasulullah ﷺ melarang pengikutnya pergi ke rumah-rumah judi, kemarahan Bani Nadhir semakin memuncak. Puncaknya, salah seorang hartawan Bani Nadhir telah melarang kaum muslimin mengambil air dari sumur yang dimilikinya.

Kaum muslimin tersentak dengan perlakuan ini. Kini, harga segelas air lebih mahal dari sebotol khamer. 

Maka Rasulullah ﷺ menganjurkan para sahabatnya yang berharta untuk membeli sumur tersebut.

Utsman bin Affan-lah yang pertama kali menyambut seruan ini. Namun orang Yahudi itu menolak menjual lebih dari setengah sumurnya. 

Usman menaikkan tawaran harga sebuah sumur itu tiga kali lipat harga sumur biasa. 

Begitu orang Yahudi itu mengizinkan, Utsman bin Affan segera menghibahkan separuh sumur ini kepada kaum muslimin. Semua orang boleh mengambil air untuk diri sendiri maupun ternak tanpa harus membayar.

Rasulullah ﷺ amat bahagia dengan tindakan Utsman ini, sehingga beliau berucap,

“Sesudah ini tidak ada bahaya apa pun bagi Utsman untuk setiap hal yang dilakukannya.”

Tindakan Utsman bin Affan merupakan buah dari rasa persaudaraan yang tulus. Persaudaraan seperti ini akan melahirkan muslim yang saling mengutamakan, saling menyayangi dan memaafkan saling membantu dan saling melengkapi antara yang satu dengan lainnya.

Namun suku-suku yang membenci kaum muslimin pun mulai berulah dengan berbagai siasat kejam dan licik.

*Bersambung bagian 102*

Senin, 15 Februari 2021

Kisah Rasulullah Bagian 100

*Kisah Rasulullah*

*Bagian 100*

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Mengejar Musuh*

Rasulullah ﷺ mengetahui bahwa orang-orang penyembah berhala, kaum munafik dan orang-orang Yahudi mulai menertawakan kekalahan kaum muslimin pada perang Uhud.

“Muhammad bilang kalau perang Badar itu merupakan tanda kekuasaan Tuhan mereka atas kerasulannya maka apa pula pertanda peristiwa Uhud itu?”

Sesuatu harus dilakukan agar kewibawaan kaum muslimin akan kuat seperti sedia kala.

Sehari setelah perang Uhud Rasulullah ﷺ memerintahkan seorang muadzin nya untuk kembali mengumpulkan pasukan. Namun hanya pasukan Uhud saja yang boleh ikut. Tujuannya untuk memburu pasukan Abu Sufyan yang belum lagi tiba di Mekah.

Berita keberangkatan kaum muslimin itu dengan cepat sampai ke telinga Abu Sufyan. 

Seketika itu juga ketakutan melanda pasukan Mekah mereka mengira kaum muslimin berangkat dari Madinah dengan bantuan baru. 

Padahal mereka masih berada di Rauha, jauh dari Mekkah.

Sementara pasukan Madinah sudah sampai di Hambra Al-Assad. 

Kemudian lewatlah Ma’bad Al Khuza’i yang saat itu belum masuk Islam. Ia baru saja melewati tempat pasukan Madinah berkemah. Abu Sufyan bertanya tentang keadaan pasukan muslim Ma’bad menjawab,

“Muhammad dan sahabat-sahabatnya sudah berangkat mau mencari kamu dalam jumlah yang belum pernah kulihat semacam itu. Orang-orang yang dulunya tidak ikut, sekarang menggabungkan diri dengan dia. Mereka semua terdiri atas orang-orang yang sangat geram kepada orang-orang yang hendak membalas dendam!”

Kebingungan melanda Abu Sufyan Apa yang harus saya lakukan sekarang ini.

Orang Arab pasti akan mencemooh apabila sekarang pasukan Quraisy mundur begitu saja. Padahal baru saja mereka merebut kemenangan. Namun apabila mereka memaksakan diri kembali menghadapi kaum muslim, Abu Sufyan yakin mereka tidak akan mampu menghadapi kemarahan musuh. Karena itu Ia melakukan sebuah siasat licik.

Abu Sufyan menitipkan pesan kepada kafilah suku Abdul Qais yang sedang menuju Madinah, kafilah Itu diminta memberitakan bahwa pasukan Quraisy akan menemui pasukan Islam di Hambra Al-Assad dan akan menyerang habis-habisan.

Mendengar itu, Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya menunggu tiga hari sambil menyalakan api unggun. 

Namun pada saat yang sama orang-orang Quraisy terus pulang ke Mekah.

*Pasukan Abu Salamah*

Pasukan muslim kembali ke Madinah. Kewibawaan pihak muslim sedikit terangkat karena ternyata musuh tidak berani kembali untuk menghadapi mereka. Akan tetapi, segera tersiar berita bahwa Tulaihah dan Salamah bin khuwailid sedang menggerakkan Banu Assad untuk menyerang Madinah dan menggempur Rasulullah ﷺ sampai ke rumahnya sendiri.

Selain itu tujuan Banu Assad adalah untuk merampas ternak kaum muslimin yang digembalakan di ladang-ladang sekeliling Madinah.

Rasulullah ﷺ segera bertindak, beliau memanggil Abu Salamah bin Abdul Asad. Beliau yang memerintahkan Abu Salamah membawa 150 pasukan.

Rasulullah ﷺ menyuruh agar pasukan hanya berjalan pada malam hari dan siangnya bersembunyi. Mereka harus menempuh jalan yang tidak biasa dilalui orang.

Abu Salamah berangkat dan melaksanakan perintah perang Rasulullah ﷺ secermat dan secepat mungkin. Ia pun berhasil. Mereka menyergap musuh yang sedang dalam keadaan tidak siap.

Pagi buta itu rasa takut menyumbat kerongkongan Banu Assad karena tiba-tiba saja tanpa peringatan, pekik takbir membahana dan pasukan muslim menyerang tenda-tenda mereka. Banu Assad berusaha bertahan sekuat dan selama mungkin, namun gagal. 

Mereka mundur sambil membawa apa pun yang bisa dibawa.

Setelah menguasai perkemahan musuh, Abu Salamah mengirimkan dua pasukan pengejar.
Sementara itu ia dan pasukan ketiga menjaga perkemahan. Pasukan pengejar kembali dengan membawa harta rampasan.

Seperti yang sudah diatur dalam Islam seperlima harta rampasan itu diberikan untuk Rasulullah ﷺ, orang-orang miskin, dan orang orang yang kehabisan bekal di perjalanan. Sisanya dibagikan kepada anggota pasukan. 

Setelah itu mereka kembali ke Madinah dengan membawa kemenangan.

Hanya saja Abu Salamah tidak hidup lebih lama, sesudah itu, luka-lukanya pada perang Uhud kembali ternganga dan ia syahid karenanya.

*Judi dan Minuman Keras*

Setelah Yahudi Bani Qainuqa diusir, Yahudi Bani Nadhir ingin mewarisi pasar Bani Qainuqa. Namun kesempatan itu sudah tertutup oleh pasar kaum muslimin yang berkembang sedemikian besar, maka dari itu Bani Nadhir pun melakukan cara lain untuk meraih kemakmuran. Mereka membuka rumah-rumah judi. Di tempat itu juga disediakan banyak sekali minuman keras.

Saat itu Rasulullah ﷺ belum melarang judi dan khamer. Karena itu banyaklah para lelaki muslim yang datang ke rumah-rumah judi. 

Mereka banyak menghabiskan uang untuk berjudi, meminum khamer sampai mabuk. 

Para lelaki muslim ini masih terguncang oleh kekalahan pada perang Uhud dan lepasnya harta rampasan yang sudah mereka kumpulkan.

*Bersambung bagian 101*

Kisah Rasulullah Bagian 99

*KISAH RASULULLAH ﷺ*

*Bagian 99*

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Dukacita untuk Hamzah*

Tidak cukup menganiaya mayat Hamzah. Hindun binti Utbah bersama wanita-wanita lain menganiaya mayat kaum muslimin. Melihat semua itu Abu Sufyan menghampiri seorang muslim dan berkata,

“Mayat-mayatmu telah mengalami penganiayaan. Akan tetapi aku sungguh tidak senang juga tidak benci. 

Aku tidak melarang, juga tidak memerintahkan.”

Selesai menguburkan mayat-mayat temannya sendiri Quraisy pun pergi. 

Sekarang, kaum muslimin kembali ke garis depan untuk menshalatkan dan menguburkan mayat-mayat para syuhada. Rasulullah ﷺ berkeliling medan tempur mencari jasad pamannya, Hamzah. 

Ketika dilihatnya jasad Hamzah sudah dianiaya dengan perut yang sudah terurai, beliau merasa sedih, sedih sekali sampai beliau berkata,

“Takkan pernah ada orang mengalami malapetaka seperti ini.”

“Belum pernah aku menyaksikan suatu peristiwa yang begitu menimbulkan amarahku seperti kejadian ini.”

Selanjutnya beliau bersabda,

“Demi Allah kalau pada suatu ketika Allah memberikan kemenangan kepada kami melawan mereka, akan ku aniaya mereka dengan cara yang belum pernah dilakukan oleh orang Arab.”

Nah saat itulah turun firman Allah Quran surat An Nahl 16 ayat 126-127 yang artinya:

وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ ۖ وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ

Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.

Surah An-Nahl (16:126)

وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ ۚ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِمَّا يَمْكُرُونَ

Dan bersabarlah (hai Muhammad) dan kesabaranmu itu semata-mata dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan jangan (pula) kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.

Surah An-Nahl (16:127)

Setelah Firman itu turun Rasulullah ﷺ memaafkan pihak musuh. Ditabahkannya hatinya dan beliau melarang orang melakukan penganiayaan.

Di jalan, Rasulullah ﷺ mendengar para wanita bani Asyhal menangisi para syuhadanya.

“Tidak ada wanita yang menangisi Hamzah,” ujar Rasul.

Mendengar ini Saad bin Muadz menyuruh para wanita Bani Asyhal menangis untuk Hamzah.

Rasulullah ﷺ bergegas menemui mereka dan bersabda,

“Bukan ini yang saya maksudkan. Pulanglah, Semoga Allah memberikan rahmat dan tidak boleh menangis lagi setelah hari ini.”

*Abdullah bin Ubay*

Rasulullah ﷺ pulang ke Madinah dengan beban pikiran yang cukup berat. 

Fatimah Az-Zahra putri beliau membasuh luka-luka ayahnya dengan air.

Ternyata, para tawanan perang Badar yang dulu dikasihani dan dibebaskan kembali memerangi kaum muslimin.

Rasulullah ﷺ teringat lagi kata-kata Umar Bin Khattab dulu,

“Ya Rasulullah bunuh orang-orang ini agar tidak seorang pun berpidato mengobarkan api kebencian terhadap dirimu.”

Orang muslim pantang berbuat kesalahan untuk kedua kalinya. Karena itu, beliau memerintahkan untuk membunuh seorang tawanan yang tertangkap. Orang itu adalah tawanan perang Badar yang sudah dibebaskan.

Rasulullah ﷺ juga memikirkan belas kasihan yang diberikan kaum muslimin kepada pihak musuh. Semua muslim menahan pedang ketika mereka menemui Hindun di medan perang. 

Padahal jika dia dibunuh tidak akan terjadi Hamzah disiksa sedemikian rupa.

Pembunuh Hamzah yang berkulit hitam itu sebenarnya juga tidak tahu wajah Hamzah. Hindunlah yang menunjukkannya.

Pasukan Quraisy yang telah lari lintang pukang juga tidak akan kembali lagi untuk menyerang, apabila tidak dikejar oleh Hindun dan diberitahukan bahwa kaum muslimin tengah diserang Khalid bin Walid dari belakang.

Kemudian Rasulullah ﷺ pergi ke masjid. Di sana, beliau melihat ada tangis penyesalan pasukan panah yang telah jelas-jelas melanggar perintah Rasulullah ﷺ.

Hati beliau amat lembut karena itu beliau memaafkan mereka semua.

Sebelum itu di sana beliau melihat Abdullah bin Ubay tengah berpidato agar orang-orang mencintai Rasulullah ﷺ.

Inilah gembong kaum munafik yang telah membujuk 300 Orang prajurit kembali ke Madinah. Beberapa sahabat yang ikut ke Uhud melompat ke arah Abdullah bin Ubay, lalu menarik bajunya sampai terhuyung-huyung.

“Mengapa kalian menyerangku pada saat aku menganjurkan kepada orang-orang agar patuh dan cinta kepada Muhammad?” demikian Abdullah bin Ubay menjerit.

Umar Bin Khattab meminta izin untuk membunuh si penghianat itu, namun sekali lagi Rasulullah ﷺ melarang nya.

*Besambung bagian 100*

Sabtu, 13 Februari 2021

Kisah Rasulullah Bagian 98

*Kisah Rasulullah*

*Bagian 98*

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Rasulullah Terluka*

Begitu orang Quraisy mendengar Rasulullah ﷺ. terbunuh, seperti banjir, mereka mengalir ke tempat di mana Rasulullah ﷺ berada. 

Semuanya berlomba ingin mengakui bahwa merekalah yang membunuh Rasulullah ﷺ atau ikut memegang peranan di dalamnya. 

Tentu hal itu akan dapat mereka banggakan sampai ke anak cucu mereka.

Ketika itulah, kaum muslimin yang berada di sekeliling Rasulullah ﷺ tersentak sadar. Mereka bergerak mengelilingi, menjaga, dan melindungi Rasulullah ﷺ yang amat mereka cintai. Iman mereka kembali tergugah memenuhi jiwa. 

Semangat mereka melambung lagi untuk meraih surga. 

Kekhawatiran yang amat sangat akan keselamatan Rasulullah ﷺ membuat mereka kembali mendambakan mati. Hidup di dunia ini terasa tak ada artinya lagi jika Rasulullah ﷺ gugur dalam lindungan mereka.

Saat itu, sebuah batu melayang dan menghantam wajah Rasulullah ﷺ. Batu itu dilemparkan oleh Utbah bin Abi Waqqash. Gigi geraham Rasulullah ﷺ rontok dan wajah beliau berdarah. Bibir Rasulullah ﷺ pecah-pecah. Dua keping lingkaran topi besi yang menutupi wajah beliau bengkok menghimpit pipi Rasulullah ﷺ. Melihat hal itu, iman dan keberanian para sahabat di sekeliling Rasulullah ﷺ semakin besar. Harga diri mereka sangat terluka melihat luka yang dialami Rasulullah ﷺ.

Setelah terhuyung sejenak akibat hantaman batu yang demikian keras. Rasulullah ﷺ kembali dapat menguasai diri. Beliau terus berjalan ke tempat aman dikelilingi para sahabat yang setia. 

Tiba-tiba Rasulullah ﷺ terperosok ke dalam sebuah lubang. Lubang itu sengaja digali oleh Abu Amir untuk menjerumuskan kaum Muslimin. Cepat-cepat, Ali bin Abi Tholib menghampiri, meraih dan memegang tangan Rasulullah ﷺ. Thalhah bin Ubaidillah membantu mengangkat beliau hingga dapat berdiri kembali. Kemudian, bersama para sahabatnya, Rasulullah ﷺ berjalan terus mendaki gunung Uhud. 

Tempat itu merupakan satu-satunya peluang bagi beliau untuk menghindari kejaran musuh.

Keadaan mengenaskan yang menimpa Rasulullah ﷺ itulah yang menghidupkan kembali semangat juang di hati para sahabat.

Rela mati demi Rasulullah
Hari sudah menjelang tengah hari. Saat itu, Ummu Umaroh seorang muslimah Anshar, tengah berkeliling membagikan air kepada kaum muslimin yang tengah berjuang. Namun, begitu dilihatnya kaum muslimin mundur. Ummu Umarah melemparkan tempat airnya. Ia mencabut pedang dan terjun ke dalam pertempuran. Tujuannya hanya satu, melindungi Rasulullah ﷺ walau harus mati. Ummu Umarah menebas musuh dan menembakkan panah sampai tubuhnya sendiri dipenuhi banyak luka.

Sementara itu Abu Dujanah menjadikan punggungnya sebagai perisai Rasulullah ﷺ. 

Beberapa panah yang melayang ke arah Rasulullah ﷺ tertahan di punggung Abu Dujannah.

Di samping Rasulullah ﷺ, Saad bin Abi Waqqash berdiri melepaskan panahnya untuk menahan musuh. 

Rasulullah ﷺ memberikan anak panah ke pada Saad sambil berkata,

“Lepaskan anak panah itu! Kupertaruhkan Ibu Bapakku untukmu.”

Rasulullah ﷺ sendiri terus menembakkan anak panah sampai ujung busurnya patah.

Beberapa sahabat, termasuk Abu Bakar dan Umar Bin Khattab, tidak mengetahui kalau Rasulullah ﷺ masih hidup. Mereka mengira Rasulullah ﷺ telah gugur mengingat begitu membanjirnya pasukan musuh menyerbu ke tempat Rasulullah ﷺ berada. Keduanya pergi ke arah gunung dengan kepala tertunduk pasrah. 

Anas bin Nadzir bertanya kepada mereka,

“Mengapa kalian duduk-duduk di sini?”

“Rasulullah sudah terbunuh,” jawab keduanya.

“Perlu apalagi kita hidup sesudah itu? Bangunlah! Dan biarlah kita juga mati untuk tujuan yang sama!”

Setelah berkata begitu Anas bin Nadzir menyerbu musuh, bertempur dengan gagah tiada taranya. Dia baru mendapatkan syahid setelah ditebas 70 kali. 

Begitu rusak tubuh Anas bin Nadhir sampai tidak seorang pun mengenali jasad nya kecuali adik perempuannya yang mengenali Anas dari ciri yang terdapat pada ujung jarinya. Abu Sufyan yang yakin sekali bahwa Rasulullah ﷺ telah gugur, sibuk mencari-cari mayat beliau di tengah korban-korban Muslim.

*Akhir Pertempuran*

Ketika orang Quraisy berteriak-teriak bahwa Muhammad telah mati. 

Rasulullah ﷺ menyuruh para sahabat agar tidak membantahnya. Hal itu untuk menghindari lebih banyak lagi serbuan musuh ke arah beliau. 

Namun, begitu Ka’ab bin Malik datang mendekat, ia mengenali Rasulullah ﷺ. Ketika melihat mata Rasulullah ﷺ yang berkilau di balik helm bajanya, kemudian ia berteriak,

“Saudara-saudara kaum muslimin!” teriak Ka’ab amat gembira.

“Selamat! Selamat! ini Rasulullah ﷺ.”

Rasulullah ﷺ memberi syarat agar Ka’ab berhenti berteriak. Kaum muslimin berdatangan dan mengangkat Rasulullah ﷺ tercinta. 

Kemudian bersama-sama beliau mereka mendaki gunung Uhud ke sebuah celah Bukit.

Teriakan Ka’ab terdengar juga oleh pihak Quraisy. 

Sebagian besar dari mereka tidak mempercayai teriakan itu. Namun, ada beberapa yang segera pergi mengikuti rombongan Rasulullah ﷺ dari belakang. Ubay bin Khalaf dapat menyusul rombongan Rasulullah ﷺ sambil bertanya,

“Mana Muhammad, Aku tidak akan selamat kalau dia masih hidup.”

Seketika itu juga Rasulullah ﷺ mengambil tombak Haris bin Shimma, lalu dengan sangat cepat Rasulullah ﷺ melemparnya ke arah Ubay Bin Khalaf. Ubay pun terhuyung-huyung di atas kudanya, lalu berusaha kembali pulang dan mati di tengah jalan.

Sesampainya pasukan muslim di ujung bukit, Ali bin Abi Tholib pergi mengambil air. Air dalam perisai kulitnya. Ali membasuh darah di wajah Rasulullah ﷺ dan menyiram kepada beliau dengan air.

Dua keping besi di pipi Rasulullah ﷺ dicabut oleh Abu Ubaidah bin Al Jarrah. Begitu kerasnya sampai 2 gigi seri Abu Ubaidah tanggal.

Tiba-tiba pasukan berkuda Khalid bin Walid tiba di atas bukit, namun dengan sigap Umar Bin Khattab dan beberapa prajurit Muslim menyerang dan mengusir mereka untuk mundur.

Kaum muslimin telah begitu tinggi mendaki gunung, keadaan mereka begitu payah dan letih sampai Rasulullah memimpin mereka sholat sambil duduk.

Pihak Quraisy amat gembira dengan kemenangan mereka. 

Mereka menganggap telah sungguh-sungguh membalas dendam atas kekalahan di Badar.

Abu Sufyan berkata,
“Yang sekarang ini untuk peristiwa Perang Badar. Sampai jumpa lagi tahun depan.”

*Bersambung bagian 99*

Kisah Rasulullah Bagian 97

*Kisah Rasulullah*

*Bagian 97*

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد

*Tergiur Harta*

Kaum muslimin terus mengejar musuh ke mana pun sampai mereka meletakkan senjata. Harta benda dan rampasan berserakan di medan pertempuran. 

Kuda-kuda yang tangguh, Baju besi, unta-unta tanpa tuan berkeliaran penuh muatan, setumpuk makanan lezat, dan perhiasan-perhiasan mahal, Belum lagi para wanita Quraisy yang dengan mudah dapat mereka tawan.

Harta sebanyak itu dalam sekejap saja membuat silau pasukan muslim. Harta yang berserakan itu membuat mereka lupa bahwa sesuai dengan perintah Rasulullah ﷺ, mereka harus terus mengejar musuh sampai kekuatan lawan benar-benar tercerai-berai sehingga tidak mampu berkumpul lagi untuk balas menyerang.

Semua ini terlihat oleh pasukan panah di lereng gunung. Mereka tidak dapat lagi menahan keinginan untuk juga merebut harta rampasan yang bergeletakan di mana-mana.

“Mengapa kita masih tinggal di sini, saya akan tidak mendapatkan apa-apa?” tanya salah seorang.

“Allah telah menghancurkan musuh kita, mereka, saudara-saudara kita juga sudah merebut markas musuh. Ke sanalah juga kita ikut mengambil rampasan itu.”

Namun salah seorang membentak:

“Bukankah Rasulullah ﷺ sudah berpesan “Jangan meninggalkan tempat kita ini?”

“Sekali pun kami diserang, janganlah kami dibantu!” Bukankah demikian kata beliau?”

“Rasulullah ﷺ tidak menghendaki kita tinggal di sini terus menerus setelah Allah menghancurkan kaum musyrik itu.”

Abdullah bin Jubair maju untuk menengahi perdebatan itu. Ia berpidato agar mereka itu jangan melanggar perintah Rasulullah ﷺ.

Akan tetapi ada sebagian besar pasukannya tidak mau patuh. Mereka pun kemudian turun dari lereng gunung yang masih tinggi. Yang masih tinggal hanya beberapa orang saja. Pasukan yang bergegas turun itu bergabung dengan pasukan muslim yang lain. dan ikut memperebutkan harta rampasan.

Jadi sebagian besar pasukan panah sekarang sudah melupakan disiplin. Mereka lupa kalau kedisiplinan dan keimanan lah yang membuat mereka mampu memukul musuh. Kini mereka tengah melupakan iman dan memperebutkan harta dunia.

Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh seorang pemimpin Quraisy yang terkenal lihai dan gagah.

*Bencana*

Khalid bin Walid yang sampai saat itu telah menjaga pasukannya agar tidak bentrok dalam pertempuran, kini melihat kesempatan baik itu. Ia mengerti bahwa saatnya tiba untuk bergerak. 

Khalid bergerak sekuat-kuatnya memberi Komando. Pasukan berkudanya pun mulai bergerak. Semakin cepat dan semakin cepat. 

Mereka memutari gunung Uhud yang kini tidak dijaga lagi oleh pasukan panah. Dengan ganas pasukan kavaleri Khalid menyerang pasukan muslim dari belakang.

Mendengar teriakan perang Khalid bin Walid, pasukan Quraisy yang telah berlarian mundur kini kembali lagi. Mereka melihat kesempatan untuk menyerang balik saat itu. Mereka ingat untuk tidak membiarkan harta dan kaum wanita mereka direbut pasukan muslim.

Kini keadaan jadi berbalik, giliran pasukan muslim yang mendapat pukulan sangat hebat.

Begitu tahu mereka diserang dari depan dan belakang, setiap muslim melemparkan harta yang telah mereka kumpulkan, dan kembali mencabut pedang. Namun sayang, sayang sekali! Barisan Muslim sudah pontang-panting. 

Komandan-komandan kesatuan muslim sudah tidak lagi melihat pasukannya, ada di dekat mereka. Pasukan muslim yang tadinya berjuang untuk menyelamatkan Iman, kini berjuang tercerai-berai untuk menyelamatkan diri. 

Tadinya mereka berjuang di bawah satu pemimpin yang kuat, kini berjuang tanpa pemimpin lagi.

Begitu paniknya keadaan pasukan muslim sampai beberapa dari mereka malah menghantam saudaranya sendiri dengan pedang. Keadaan tambah mengguncangkan Iman ketika mendengar ada yang berteriak-teriak, 

“Rasulullah telah terbunuh, Rasulullah telah terbunuh !”

Hampir setiap orang pasukan muslim sekarang berusaha melepaskan diri dari kepungan di tempat aman. Kecuali beberapa sahabat yang tetap berjuang dengan istiqomah dari awal, seperti Ali bin Abi Thalib dan beberapa orang lainnya.

**Di kemudian hari, Khalid bin Walid akan masuk Islam pada zaman Abu Bakar pada saat terjadi pemberontakan di mana-mana.

Abu Bakar mengangkat Khalid menjadi Panglima seraya berkata,
“Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda bahwa sebaik-baik hamba Allah dan Kawan sepergaulan ialah Khalid bin Walid, sebilah pedang di antara pedang-pedang Allah yang ditembuskan kepada orang-orang kafir dan munafik.

*Bersambung bagian 98*