Jumat, 29 November 2019

Bedanya Syafakallah - Syafakillah - Syafahallah dan Syafahullah

Terkadang kita bingung saat memberikan ucapan ketika ada teman, saudara, atau tetangga yang sedang sakit. Apakah syafakallah, syafakillah, syafahallah, atau syafahullah. Apa perbedaannya?

Syafakillah atau syafakallah diambil dari hadits shahih yg diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

"Allahumma rabban naas mudzhibal ba'si isyfi antasy-syaafii laa syafiya illaa anta syifaa'an laa yughaadiru saqoman"

Artinya: "Ya Allah Wahai Tuhan segala manusia, hilangkanlah penyakitnya, sembukanlah ia. (Hanya) Engkaulah yang dapat menyembuhkannya, tidak ada kesembuhan melainkan kesembuhan dariMu, kesembuhan yang tidak kambuh lagi." (HR. Bukhari dan Muslim).
Syafakillah dan syafakallah adalah bagian dari doa kesembuhan tersebut. Tulisan lengkap dari doa tersebut adalah sebagai berikut:


Untuk perempuan:

"Syafakillah syifaan ajilan, syifaan la yughadiru ba'dahu saqaman"

Artinya: Semoga Allah menyembuhkanmu secepatnya, dengan kesembuhan yang tiada sakit selepasnya.


Untuk laki-laki:

"Syafakallah syifaan ajilan, syifaan la yughadiru ba'dahu saqaman"

Artinya: Semoga Allah menyembuhkanmu secepatnya, dengan kesembuhan yang tiada sakit selepasnya.


Arti Syafahullah juga semoga Allah menyembuhkannya (laki-laki). Sementara Syafahallah artinya semoga Allah menyembuhkannya (perempuan).

Lalu bagaimana perbedaannya? Bila Syafakallah dan Syafakillah diucapkan untuk orang kedua, yang berarti untuk orang yang sedang menjadi lawan bicara. Syafahullah dan Syafahallah diucapkan untuk orang ketiga yang bisa jadi tidak sedang berada di tempat secara langsung denganmu.
Jawaban Syafakallah, Syafakillah, Syafahullah, dan Syafahallah cukup bilang Aamiin atau jazakallahu khairan (semoga Allah membalas kebaikanmu).

Rasulullah menganjurkan kita menjenguk orang sakit. Sebagaimana dalam sabda Nabi Muhammad SAW:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ "حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ: إذَا لَقِيْتــَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَإِذَا دَعَاك


فَأَجِبْهُ، وَإِذَا اسْتَنْصَحَك فَانْصَحْهُ، وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ، وَ إِذاَ مَرِضَ فَعُدْهُ، وَإِذاَ ماَتَ


فاتـْبَعْهُ". (رَواهُ مُسلمٌ، بَابُ مِنْ حَقِّ الْمُسْلِمِ لِلْمُسْلِمِ رَدُّ السَّلَامِ برقم 2162)

Dari Abu Hurairah RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Hak seorang muslim terhadap sesama muslim itu ada enam, yaitu:


-Jika kamu bertemu dengannya maka ucapkanlah salam,

-Jika ia mengundangmu maka penuhilah undangannya,

-Jika ia meminta nasihat kepadamu maka berilah ia nasihat,

-Jika ia bersin dan mengucapkan: Alhamdulillah maka doakanlah ia dengan Yarhamukallah (artinya = mudah-mudahan Allah memberikan rahmat kepadamu),

-Jika ia sakit maka jenguklah dan

-jika ia meninggal dunia maka iringilah jenazahnya'. (HR. Muslim, no. 2162).
Rasulullah SAW juga menuntun umatnya untuk menyikapi saudaranya yang sedang sakit. Ada pahala yang sangat besar yang dijanjikan untuk menjenguk orang sakit.


Hadits Pertama:

إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا عَادَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ لَمْ يَزَلْ فِي خُرْفَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَرْجِعَ


"Sesungguhnya seorang muslim bila menjenguk saudaranya sesama muslim maka ia terus- menerus berada di khurfatil jannah hingga ia pulang (kembali)." (HR. Muslim no. 6498).

Hadits Kedua:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَعُوْدُ مُسْلِمًا غُدْوَةً إِلاَّ صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُمْسِيَ، وَإِنْ عَادَهُ عَشِيَّةً إِلاَّ صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبِحَ، وَكَانَ لَهُ خَرِيْفٌ فِي الْجَنَّةِ


"Tidaklah seorang muslim menjenguk muslim yang lain di pagi hari melainkan 70.000 malaikat bershalawat atasnya (memintakan ampun untuknya) hingga ia berada di sore hari. Dan jika ia menjenguknya di sore hari maka 70.000 malaikat bershalawat atasnya (memintakan ampun untuknya) hingga ia berada di pagi hari. Dan ia memiliki buah-buahan yang dipetik di dalam surga. (HR. At-Tirmidzi no. 969)

Ketika menjenguk orang sakit, Rasullah SAW juga mengajarkan kita doa untuk kesembuhan:

إِذَا دَخَلَ عَلَى مَنْ يَعُوْدُ قَالَ: لاَ بَأْسَ طَهُوْرٌ إِنْ شَاءَ اللهُ.


Apabila Beliau mengunjungi orang yang sakit, beliau berkata, 'Laa ba'-sa thahuurun

Insyaa Allaah'
Artinya: "Tidak mengapa, semoga sakitmu ini membuat dosamu bersih, insya Allah". [HR. Al-Bukhari].

Kamis, 21 November 2019

Saat Ziarah Kubur Apakah Ahli Kubur Mengetahui

Kematian adalah hal pasti yang akan dialami oleh manusia manapun yang ada di bumi. Kematian juga menjadi hal yang paling menyedihkan ketika dikaitkan dengan sebuah perpisahan, baik perpisahan antara suami dan istri, anak dan orang tua, bahkan peliharaan dan majikan.
Ketika perpisahan telah terjadi, maka satu-satunya hal yang bisa dilakukan adalah mengikhlaskan. Masalah yang terjadi selanjutnya adalah jika keluarga yang masih hidup merindukan ahli kubur. Apakah mereka yang telah berada di sana dapat mengetahui sanak keluarga yang mendoakannya dan menziarahinya?
Jawabannya adalah ketika rindu melanda, temuilah; sebab mereka yang telah tiada tiada kehilangan pendengaran untuk mendengar dan mengetahui orang-orang yang merindukan mereka, menziarahi mereka, dan mendoakan mereka.
Jawaban didukung oleh hadis riwayat Imam al-Bukhari dalam bab jenazah yang berbunyi, “Ketika seorang hamba telah diletakkan di dalam kuburnya lalu teman-temannya pergi dan meninggalkannya, sesungguhnya Ia mendengar gerak langkah sandal-sandal mereka”. Selain itu, Nabi Muhammad juga mengajarkan umatnya untuk mengucapkan salam kepada ahli kubur ketika melewati kuburan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang yang telah meninggal tetap mendengar dan mengetahui salam dan doa dari orang-orang yang masih dianugerahi rasa betah hidup di dunia.
Selain hadis Nabi Muhammad, dukungan atas jawaban di atas juga bersumber dari kisah yang ditulis oleh Imam Syamsuddin Abi Abdillah Ibnil Qayyim Al Jauziyah (masyhur dengan sebutan Ibnul Qoyyim Al Jauzi) di dalam kitab Ar-Ruh. Kisah tersebut adalah kisah tentang seorang anak (Fadl bin Muwafiq) yang kehilangan Ayahnya dan seorang anak (Ustman bin Saudah) yang kehilangan Ibunya.
Kematian sang Ayah membuat Fadl bin Muwafiq mengalami kesedihan mendalam, sehingga setiap hari Fadl selalu mendatangi kuburan sang Ayah karena sangat merindukannya. Pergantian waktu membuat Fadl secara perlahan berhasil memulihkan rasa sedihnya, sehingga Fadl mengurangi intensitas kunjungannya ke kuburan sang Ayah.
Suatu saat Fadl menziarahi kuburan sang Ayah. Fadl terserang rasa kantuk yang luar biasa dan akhirnya tertidur di depan pusara sang Ayah. Di dalam tidur, Fadl melihat pusara sang Ayah terbelah dan Ayahnya sedang duduk di dalam pusara lengkap dengan pakaian kafannya serta dengan kondisi bentuk dan warna sebagaimana manusia yang telah meninggal. Situasi tersebut membuat Fadl ketakutan dan memicu tangisan.
Tetiba sang Ayah berkata, “Wahai Anakku, apa yang membuatmu mengurangi intensitas ziarahmu kepadaku?”
Fadl menjawab pertanyaan Ayahnya dengan tubuh merinding dan berkata, “Apakah Ayah mengetahui kedatanganku di pusara Ayah?”
“Setiap Alpa-mu dari kunjunganmu, Ayah mengetahuinya. Kebahagiaan Ayah di alam kubur adalah ketika engkau datang menziarahi Ayah dan tidak hanya Ayah yang bahagia, tetapi ahli-ahli kubur di sekitar Ayah juga bahagia karena mendapatkan sepercik kebahagian dari doa dan salammu,” ungkap sang Ayah. Sejak saat itu Fadl kembali meningkatkan intensitas kunjungannya ke pusara Ayahnya.
Kisah lainnya bercerita tentang Utsman bin Saudah yang kehilangan Ibunya. Ibu Utsman adalah perempuan yang sangat rajin beribadah. Setiap hari sang Ibu selalu mengangkat kepalanya ke langit dan berdoa, “Wahai Dzat yang hanya kepada-Nya aku menggantungkan hidup dan matiku. Janganlah berikan Aku kematian yang hina dan buruk.” Ketika sang Ibu telah meninggal, Utsman menziarahi pusaranya setiap hari jumat untuk mendoakannya dan memintakan ampun untuknya & ahli-ahli kubur lainnya.
Suatu malam setelah menziarahi sang Ibu, Utsman bertemu dengan sang Ibu di dalam mimpi. Terjadilah dialog antara Utsman dan sang Ibu yang telah meninggal.
“Wahai Ibu, bagaimana kondisi Ibu di sana?” tanya Utsman.
“Ketahuilah anakku, kematian adalah urusan yang sangat menyulitkan. Namun sebab anugerah Allah, Ibu diletakkan di barzakh yang sangat mulia dan lengkap dengan roihan serta nikmat-nikmat yang lain,” jawab sang Ibu.
“Apakah Ibu ada hajat kepadaku?”, Tanya Utsman lagi.
“Tentu. Jangan pernah berhenti untuk menziarahi Ibu dan mendoakan Ibu. Sesungguhnya Ibu sangat bahagia sebab kedatangannmu di hari Jumat. Setiap engkau datang, selalu ada suara yang mengabari Ibu bahwa anak Ibu telah mendoakan Ibu. Hal itu membuat Ibu dan ahli-ahli kubur di sekeliling Ibu sangat berbahagia”, ungkap sang Ibu.
Wallahu a’lam.

Rabu, 13 November 2019

Tempat Miqat

Mekkah

Untuk jamaah yang tinggal di Mekkah, maka tempat untuk mulai Ihram haji adalah di Mekkah. Namun jika berniat melakukan umroh, jamaah yang tinggal di Mekkah harus menuju tempat di luar Tanah Haram. Tempat yang disarankan untuk Miqat adalah mulai dari Ji’ranah/Jaronah, Tan’eim/Tanaim atau Hubdaiyah.

Bir Ali

Bagi jamaah yang datang dari Madinah, lokasi Miqat terletak di Bir Ali. Tempat ini juga disebut Zulhulayfah. Letak Bir Ali adalah sekitar 12 Km dari Madinah. Jika ditempuh dari Mekkah, jaraknya berkisar 450 Km. Jamaah haji kloter pertama juga biasanya mengambil Miqat di Bir Ali.

Bagi Jamaah Indonesia, yang terbagi dalam 2 gelombang, sehingga ada yang dari Madinah biasanya gelombang haji pertama. Atau langsung ke tujuan Mekkah untuk gelombang haji kedua.

Gelombang haji pertama: 

Jama’ah menuju ke Madinah terlebih dahuluMiqat mereka adalah miqat penduduk Madinah yaitu Dzul Hulai-fah Bi’r ‘Ali. Karena mereka berhenti dahulu di Madinah dan menetap sementara di sana sehingga mereka berihram dari miqat penduduk Madinah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menetapkan tempat-tempat miqat, beliau bersabda:

هن لهن ولمن أتى عليهن من غير أهلهن ممن يريد الحج أو العمرة

Miqat-miqat tersebut adalah untuk penduduknya dan orang-orang selain penduduknya yang datang melaluinya, dari orang-orang yang hendak berhaji atau berumrah”.

Gelombang kedua: 

Jamaah yang langsung terbang menuju Mekkah Miqatnya adalah di Yalamlam, karena ini arah yang sejajar bagi penduduk Indonesia dari arah tanah air. Ketika melewati daerah miqat ini jama’ah haji masih berada di atas pesawat sehingga jamaah haji harus berihram di atas pesawat. 

Awak pesawat mengumumkannya satu jam atau setengah jam sebelum tiba di atas miqat atau di tempat yang sejajar dengan miqat, agar jama’ah haji bersiap-siap untuk berihram. Miqat di atas pesawat, maka kita pilih yang sejajar dengan daerah tersebut. Ini sesuai hadits dengan arahan para ulama. Penduduk Kufah dan Bashrah mendatangi Amirul Mukminin Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu dan mereka berkata, “Wahai amirul mukminin sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menetapkan miqat bagi penduduk Najed yaitu Qarnul Manazil, sesunggunya ia jauh dari Jalan kami”.Maka Umar radhiallahu ‘anhu berkata, “Perhatikanlah daerah yang sejajar dengan jalan kalian (itulah miqat)”.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menjelaskan, “Maka ini dalil bahwa jika manusia sudah sejajar dengan miqat, baik dengan jalan darat, laut atau udara maka wajib berihram ketika sejajar dengan miqat.”

Adapun berihram dari Jeddah, maka ini adalah kesalahan karena Jeddah bukan tempat Miqat. Jeddah adalah daerah terletak antara miqat dan Mekkah, sehingga penduduk jeddah berihram dari rumah mereka.Berdasarkan hadits,

وَمَنْ كَانَ دُونَ ذَلِكَ فَمِنْ حَيْثُ أَنْشَأَ ، حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ مِنْ مَكَّةَ

“Sedangkan mereka yang berada di dalam batasan miqat (antara miqat dan Mekkah), maka dia memulai dari kediamannya, dan bagi penduduk Mekkah, mereka memulainya dari di Mekkah (rumah mereka)”.